Imam Ali bin Abi Thalib dan Nikah Mut’ah

Nikah mut’ah adalah perkara syar’i yang dihalalkan dalam islam. Allah SWT dan Rasul-Nya telah menyatakan bahwa nikah mut’ah adalah halal. Begitu pula para Imam Ahlul bait alaihissalam juga telah menghalalkan nikah mut’ah. Kami kaum syiah sebagai orang yang taat kepada Allah dan Rasulnya dan Ahlul bait menerima kehalalalan mut’ah. Cih sungguh memalukan kaum yang beragama salafy seperti  hakekat.com dimana setiap saat mengaku-ngaku berpegang pada sunnah ternyata sangat getol sekali mengharamkan mut’ah. Tidak puas dengannya mereka juga menyebarkan fitnah dan kebencian kepada kaum syiah karena telah menghalalkan mut’ah.

Salah satu hujjah mereka dalam mengharamkan mut’ah yaitu mereka mengatakan kalau Imam Ali alaihissalam sendiri telah mengharamkan mut’ah. Tentu saja perkataan ini adalah dusta atas nama Imam Ali alaihissalam. Kitab-kitab kenamaan mereka adalah sebaik-baik saksi bagi syiah. Apa yang akan dikatakan hakekat.com jika ia melihat bahwa dalam kitab unggulan salafy sendiri tertulis bahwa Imam Ali menghalalkan mut’ah. Mungkin ia tidak akan sempat berkata-kata karena ia akan kebingungan dan membuat berbagai dalih yang akan menenangkan hatinya.
Silakan wahai pembaca yang budiman untuk membuka Kitab Tafsir Durr al manstur dan Tafsir Ibnu Jarir Ath Thabari –kedua kitab tafsir panutan salafy- dan disana anda akan menemukan bahwa Imam Ali menghalalkan mut’ah dan menentang larangan Umar.

Ulama panutan salafy Jalaludin Suyuthi dalam kitab tafisrnya durr al mantsur jilid 2 hal 140 ketika membahas surah An Nisa’ ayat 24 membawakan riwayat berikut

وأخرج عبد الرزاق وأبو داود في ناسخه وابن جرير عن الحكم أنه سئل عن هذه الآية أمنسوخة ؟ قال  لا وقال علي  لولا أن عمر نهى عن المتعة ما زنا إلا شقي

Abdurrazaq, Abu Daud dalam kitab Nasikh dan Ibnu Jarir meriwayatkan dari Hakim ketika ia ditanya “apakah ayat ini dimansukh”?. Ia berkata “tidak”, dan Ali berkata  “kalau umar tidak melarang mut’ah maka tidak akan ada orang yang berzina kecuali orang yang benar-benar celaka”.
Atsar ini disampaikan oleh orang-orang yang tsiqah sehingga tidak ada alasan untuk menolak dan menentangnya. Ibnu Jarir dalam tafsirnya jilid 4 hal 10 menyebutkan sanad atsar ini

حدثنا محمد بن المثنى قال ، حدثنا محمد بن جعفر قال ، حدثنا شعبة ، عن الحكم قال

Muhammad bin Al Mutsanna menceritakan kepada kami dimana ia berkata Muhammad bin Ja’far menceritakan kepada kami dimana ia berkata Syu’bah menceritakan kepada kami dimana ia berkata dari Al Hakim yang berkata……
Muhammad bin Al Mutsanna disebutkan Ibnu Hajar –ulama rijal salafy- dalam kitab Taqrib jilid 2 hal 129 sebagai orang yang tsiqat dan tsabit.

Muhammad bin Ja’far disebutkan Ibnu Hajar dalam kitab Taqrib jilid 2 Hal 63 sebagai orang yang tsiqat.

Syu’bah bin Hajjaj disebutkan Ibnu Hajar dalam Kitab Taqrib jilid 1 hal 458 sebagai orang yang tsiqat, hafiz, mutqin
Hakim bin Utaibah Al Kindi disebutkan Ibnu Hajar dalam kitab Taqrib jilid 1 hal 232 sebagai orang yang tsiqat dan tsabit.

Orang-orang yang menyampaikan atsar tersebut ternyata orang-orang yang terpercaya di kalangan salafy sehingga tidak diragukan lagi kalau Imam Ali alaihissalam telah menghalalkan mut’ah dan ini dimuat oleh kitab salafy sendiri dengan perawi yang terpercaya dan shahih.

Maka perhatikanlah wahai pembaca yang budiman, hakekat.com ternyata telah mendustakan riwayat shahih dalam kitab panutannya demi merendahkan syiah. Hakekat.com memang pintar menipu kaum awam, ia terlalu sibuk berbicara kitab syiah sehingga lupa atau buta akan kitab panutannya sendiri. Dan sungguh aneh sekali wahai pembaca yang budiman, kesibukan hakekat.com dalam berbicara tentang kitab syiah ternyata  tidak membuahkan hasil apapun, ia tetap dungu dan awam soal mahzab Syiah. Itulah anugerah Allah SWT yang dilimpahkan untuk para Nashibi seperti hakekat.com yaitu ketidakmampuan untuk memahami apa yang dibaca sehingga melahirkan kedunguan yang melampaui batas. naudzubillah

4 Tanggapan

  1. Sy sering membaca dan berbicara sambil lalu dgn beberapa teman mengenai nikah mut’ah. Tapi sungguh sy belum begitu faham bagaimana konsep nikah mut’ah ini. Apakah di Indonesia memungkinkan pelaksanaannya dimana penolakannya begitu kuat, dan bagaimana caranya berdasarkan konsep mut’ah sendiri.
    Mohon yg membaca ini jangan ada prasangka dulu 🙂

    Salam

  2. assalamualaikum…

    kalau begitu mas, bisa anda terangkan kepada kami apa status hadis menurut para ulama2 syiah, yang ada dalam Riwayat kitab Tahdzibul Ahkam karya At Thusi pada jilid 7 halaman 251:

    Muhammad bin Yahya, dari Abu Ja’far dari Abul Jauza’ dari Husein bin Alwan dari Amr bin Khalid dari Zaid bin Ali dari ayahnya dari kakeknya dari Ali [Alaihissalam] bersabda:
    “Rasulullah mengharamkan pada perang Khaibar daging keledai jinak dan nikah mut’ah”.

    terima kasih…

    satria jawab :
    baca disini Menggugat Tulisan “Ali dan Nikah Mut’ah”

  3. @armand

    pertanyaan anda pertanyaan kami juga, kaum muslimin sedunia wabil khusus Indonesia.

    apakah syiah, wabil khusus satriasyiah sedang berkhayal?

    Apakah bener sayyidina Ali ra. berkata demikian (“kalau umar tidak melarang mut’ah maka tidak akan ada orang yang berzina kecuali orang yang benar-benar celaka”) ???

    padahal sebelum umar melarangpun, jauh sebelum Islam datang-pun prakek zina — jual beli tubuh, istilah syiahnya MUT’AH — sudah biasa dilakukan dijaman jahiliyah dan dibelahan bumi manapun.
    JUSTRU Islam datang untuk menghapus praktek ini dan mengangkat tinggi harkat martabat kaum wanita.

    dan dengan mengatakan “…tidak akan ada orang berzina” itu menurut logika akal sehat tidak bisa diterima, kalau boleh dibilang suatu khayalan tingkat tinggi sebab zina, maksiat itu adalah suatu keniscayaan di dunia ini hingga kiamat datang, yaitu sebagai bentuk ujian kaum beriman.. atau sama saja kalian, kaum syiah mengatakan ” tidak akan ada orang mencuri, merampok, dll”

    saya jadi berpikir..jangan-jangan Syiah ini sedang berkhayal dan khayalannya itu adalah tentang nikmat duniawi yang dinisybatkan ke sayidina Ali dengan mengatakan demikian..ah kasihan sekali Ali……

  4. buat Mr. Nyeletuk …
    masa anda tidak faham dengan hadist yg terang tersebut…jelas sekali hadist tersebut menjelaskan Nabi Mengharamkannya PADA persng khaibar. jadi ada keterang waktu disana..jadi hadist tersebut tidak berlaku umum (untuk seterusnya)…
    misalnya ” saya berpuasa pada hari kamis”..apakah saya pasti berpuasa pada hari-hari lain?
    Moga anda bisa faham…

Tinggalkan komentar