Imam Ali bin Abi Thalib dan Nikah Mut’ah

Nikah mut’ah adalah perkara syar’i yang dihalalkan dalam islam. Allah SWT dan Rasul-Nya telah menyatakan bahwa nikah mut’ah adalah halal. Begitu pula para Imam Ahlul bait alaihissalam juga telah menghalalkan nikah mut’ah. Kami kaum syiah sebagai orang yang taat kepada Allah dan Rasulnya dan Ahlul bait menerima kehalalalan mut’ah. Cih sungguh memalukan kaum yang beragama salafy seperti  hakekat.com dimana setiap saat mengaku-ngaku berpegang pada sunnah ternyata sangat getol sekali mengharamkan mut’ah. Tidak puas dengannya mereka juga menyebarkan fitnah dan kebencian kepada kaum syiah karena telah menghalalkan mut’ah.

Salah satu hujjah mereka dalam mengharamkan mut’ah yaitu mereka mengatakan kalau Imam Ali alaihissalam sendiri telah mengharamkan mut’ah. Tentu saja perkataan ini adalah dusta atas nama Imam Ali alaihissalam. Kitab-kitab kenamaan mereka adalah sebaik-baik saksi bagi syiah. Apa yang akan dikatakan hakekat.com jika ia melihat bahwa dalam kitab unggulan salafy sendiri tertulis bahwa Imam Ali menghalalkan mut’ah. Mungkin ia tidak akan sempat berkata-kata karena ia akan kebingungan dan membuat berbagai dalih yang akan menenangkan hatinya.
Silakan wahai pembaca yang budiman untuk membuka Kitab Tafsir Durr al manstur dan Tafsir Ibnu Jarir Ath Thabari –kedua kitab tafsir panutan salafy- dan disana anda akan menemukan bahwa Imam Ali menghalalkan mut’ah dan menentang larangan Umar.

Ulama panutan salafy Jalaludin Suyuthi dalam kitab tafisrnya durr al mantsur jilid 2 hal 140 ketika membahas surah An Nisa’ ayat 24 membawakan riwayat berikut

وأخرج عبد الرزاق وأبو داود في ناسخه وابن جرير عن الحكم أنه سئل عن هذه الآية أمنسوخة ؟ قال  لا وقال علي  لولا أن عمر نهى عن المتعة ما زنا إلا شقي

Abdurrazaq, Abu Daud dalam kitab Nasikh dan Ibnu Jarir meriwayatkan dari Hakim ketika ia ditanya “apakah ayat ini dimansukh”?. Ia berkata “tidak”, dan Ali berkata  “kalau umar tidak melarang mut’ah maka tidak akan ada orang yang berzina kecuali orang yang benar-benar celaka”.
Atsar ini disampaikan oleh orang-orang yang tsiqah sehingga tidak ada alasan untuk menolak dan menentangnya. Ibnu Jarir dalam tafsirnya jilid 4 hal 10 menyebutkan sanad atsar ini

حدثنا محمد بن المثنى قال ، حدثنا محمد بن جعفر قال ، حدثنا شعبة ، عن الحكم قال

Muhammad bin Al Mutsanna menceritakan kepada kami dimana ia berkata Muhammad bin Ja’far menceritakan kepada kami dimana ia berkata Syu’bah menceritakan kepada kami dimana ia berkata dari Al Hakim yang berkata……
Muhammad bin Al Mutsanna disebutkan Ibnu Hajar –ulama rijal salafy- dalam kitab Taqrib jilid 2 hal 129 sebagai orang yang tsiqat dan tsabit.

Muhammad bin Ja’far disebutkan Ibnu Hajar dalam kitab Taqrib jilid 2 Hal 63 sebagai orang yang tsiqat.

Syu’bah bin Hajjaj disebutkan Ibnu Hajar dalam Kitab Taqrib jilid 1 hal 458 sebagai orang yang tsiqat, hafiz, mutqin
Hakim bin Utaibah Al Kindi disebutkan Ibnu Hajar dalam kitab Taqrib jilid 1 hal 232 sebagai orang yang tsiqat dan tsabit.

Orang-orang yang menyampaikan atsar tersebut ternyata orang-orang yang terpercaya di kalangan salafy sehingga tidak diragukan lagi kalau Imam Ali alaihissalam telah menghalalkan mut’ah dan ini dimuat oleh kitab salafy sendiri dengan perawi yang terpercaya dan shahih.

Maka perhatikanlah wahai pembaca yang budiman, hakekat.com ternyata telah mendustakan riwayat shahih dalam kitab panutannya demi merendahkan syiah. Hakekat.com memang pintar menipu kaum awam, ia terlalu sibuk berbicara kitab syiah sehingga lupa atau buta akan kitab panutannya sendiri. Dan sungguh aneh sekali wahai pembaca yang budiman, kesibukan hakekat.com dalam berbicara tentang kitab syiah ternyata  tidak membuahkan hasil apapun, ia tetap dungu dan awam soal mahzab Syiah. Itulah anugerah Allah SWT yang dilimpahkan untuk para Nashibi seperti hakekat.com yaitu ketidakmampuan untuk memahami apa yang dibaca sehingga melahirkan kedunguan yang melampaui batas. naudzubillah

Menggugat Tulisan “Ali dan Nikah Mut’ah”

Apa kata Ali tentang Nikah Mut’ah? Barangkali ada yang sudah membacanya dari kitab-kitab Sunni dan Syiah. Sebenarnya apa hukumnya nikah mut’ah menurut Imam Ali alaihissalam.Tidak diragukan lagi kalau Imam Ali telah menghalalkan mut’ah dan mengatakan kalau Umarlah yang melarangnya.

Tapi musuh-musuh Imam Ahlul bait senantiasa membenci ajaran para Imam Ahlul bait, tidak henti-hentinya mereka membuat kebohongan dengan mengatasnamakan nama para Imam. Cih beginilah tabiat sejati pemilik situs nashibi hakekat.com, dengan angkuhnya ia membuat kebohongan-kebohongan atas nama Syiah dan Imam Ahlul bait. Simak baik-baik bantahan saya terhadap kedustaannya

Situs pendusta hakekat.com mengutip sebuah riwayat Imam Ali alaihissalam dari kitab Tahdzib Al Ahkam dan Wasa’il Syiah, hakekat.com mengatakan

Muhammad bin Yahya, dari Abu Ja’far dari Abul Jauza’ dari Husein bin Alwan dari Amr bin Khalid dari Zaid bin Ali dari ayahnya dari kakeknya dari Ali [Alaihissalam] bersabda: Rasulullah mengharamkan pada perang Khaibar daging keledai jinak dan nikah mut’ah

Cih hakekat.com si nashibi ini berlagak pintar dengan mengutip riwayat di atas. Seperti biasa kali ini ia hanya mengutip dari kitab-kitab panutannya syaikh wahabi salafi an nashibi. Coba lihat baik-baik wahai pembaca, hakekat.com yang katanya membaca langsung kitab-kitab syiah ternyata tidak memiliki kemampuan untuk sekedar menyebutkan pada jilid berapa dan halaman berapa hadis Imam Ali yang dikutipnya di atas.

Berikut saya kutip riwayat tersebut dari kitab Wasa’il Syiah jilid 21 hal 12 riwayat no 26387

Dari Muhammad bin Ahmad bin Yahya dari Abi Ja’far dari Abil Jauza’dari Husain bin Alwan dari Amr bin Khalid dari Zaid bin Ali dari Ayahnya dari kakeknya dari Ali [alaihissalam] yang berkata “Rasulullah [shalallahualaihi wa aalihi wassalam] pada hari Khaibar telah mengharamkan daging keledai jinak dan nikah mut’ah”.

Setelah mengutip hadis di atas, hakekat.com dengan sombongnya mengatakan kalau hadis di atas shahih dan menurutnya mahzab syiah telah menyalahi Imam Ali karena menghalalkan mut’ah. Huh hakekat.com memang pintar membual, mari kita lihat apa kata ulama syiah mengenai hadis Imam Ali di atas

Syaikh Muhammad Baqir Al Majlisi dalam Malaz Al Akhyar jilid 12 hal 32 berkata tentang hadis Imam Ali di atas
“Hadis tersebut dipalsukan oleh pengikut Zaidiyah”

Ayatullah Sayyid Abul Qasim Al Khu’i  berkata dalam Al Bayan fi Tafsir Al Qur’an hal 322
“Apa yang diriwayatkan dari Ali tentang pengharaman mut’ah adalah palsu”

Keterangan Ulama syiah di atas sudah cukup sebagai bukti kedustaan hakekat.com yang mengatakan kalau hadis tersebut shahih. Selain dusta ternyata hakekat.com juga tidak becus dalam mengutip perkataan Ulama syiah. Ia mengatakan bahwa

Al Hurr Al Amili dalam Wasa’il menyatakan:
“Syaikh [At Thusi] dan [ulama] lainnya menafsirkan riwayat ini sebagai taqiyyah, karena bolehnya nikah mut’ah adalah perkara aksiomatis dalam mazhab syiah”

Kemudian hakekat.com mengomentari kutipan ini dengan kata-kata keji yang tidak pantas kepada Imam Ali yaitu

Kita perlu mempertanyakan mengapa sabda Ali tidak sesuai dengan ajaran syiah, itu dianggap sebagai taqiyah. Tetapi kita ketahui bahwa taqiyah tidak mungkin dilakukan tanpa sebab, yaitu ketakutan. Lalu apa yang Imam Ali takutkan hingga bertaqiyah dalam masalah ini? Apakah kita mempertanyakan kembali sifat pemberani Ali bin Abi Thalib karena di sini digambarkan takut untuk menyampaikan kebenaran?
Juga kita mempertanyakan sumber informasi Syaikh At Thusi dan ulama syiah lainnya hingga mereka tahu bahwa imam Ali bertaqiyah ketika meriwayatan sabda Nabi itu. Jika tidak ada informasi yang valid apakah kita mengatakan bahwa  ulama syiah hanya mengira-ngira saja, tanpa berdasari informasi yang valid. Hanya dengan satu alasan, yaitu menyelisihi hal yang aksiomatis dalam mazhab lalu begitu saja sabda imam bisa divonis taqiyah.
Satu lagi konsekuensi berat bagi ulama syiah yang menyatakan bahwa Ali bertaqiyah dalam hadits itu, berarti Ali mengarang-ngarang hadits Nabi SAWW padahal Nabi SAWW tidak pernah mengucapkannya. Karena pernyataan Ali di atas adalah riwayat,bukan pendapat Ali sendiri, tapi menceritakan sabda Nabi SAWW. Perbuatan ini dikenal dalam istilah hadits dengan “berdusta atas nama Nabi”.

Sungguh celaka sekali hakekat.com, ia berani menisbatkan kedustaan pada Imam Ali. Sudah jelas perkataan hakekat.com hanyalah bualan dusta yang sengaja ia umbar-umbar untuk mengelabui orang awam yang tidak memiliki akses yang cukup untuk merujuk pada kitab-kitab syiah. Hakekat.com telah berdusta dalam menukil pernyataan syaikh Al Hurr Al Amili dalam Wasa’il Syiah –lihat wahai pembaca, si pendusta ini tidak menyebutkan jilid dan halaman dimana ia mengutip-. Dalam kitab Wasa’il Syiah jilid 21 hal 12, Syaikh Hurr Al Amili mengomentari hadis ini dengan kata-kata

“Syaikh [At Thusi] dan [ulama] lainnya mengatakan riwayat ini sebagai taqiyyah, yakni dalam periwayatan, karena bolehnya nikah mut’ah adalah perkara dharuriyah dalam mazhab syiah”

Hakekat.com telah menghapus kata-kata “yakni dalam periwayatan”. Kata-kata ini jelas merubah segala omong-kosong yang ia buat. Taqiyah yang dimaksud baik oleh Syaikh Thusi, Syaikh Al Hurr Amili dan ulama lainnya adalah taqiyah dari mereka yang meriwayatkan hadis tersebut, bukan dari Imam Ali alaihissalam. Oleh karena itu Syaikh Al Hurr menjelaskan taqiyah tersebut dengan kata-kata “yakni dalam periwayatan”. Kelakuan hakekat.com ini hanya memiliki dua kemungkinan

  1. Hakekat.com tidak mengutip langsung dari kitab Wasa’il Syiah sehingga ia tidak mengutip dengan benar, cih sudah jelas ia mengutip dari pendahulunya salafy wahaby yang juga nashibi, atau
  2. Hakekat.com memang membaca langsung kitab Wasa’il Syiah tetapi dengan sengaja menghapus bebarapa kalimat untuk mengelabui pikiran orang awam sehingga dengan mudah ia menampilkan image yang buruk kepada para pembacanya. Cih sepertinya dihalalkan bagi Nashibi untuk berdusta kalau ditujukan kepada syiah.

Saya jadi teringat dengan ayat Al Quran yang mengatakan
Sesungguhnya orang-orang yang menyembunyikan apa yang telah Kami turunkan berupa keterangan-keterangan (yang jelas) dan petunjuk, setelah Kami menerangkannya kepada manusia dalam Al-Kitab, mereka itu dila’nati Allah dan dila’nati (pula) oleh semua (makhluk) yang dapat mela’nati, (QS. 2:159)

Dalam mahzab syiah, mut’ah jelas dibolehkan dan merupakan perkara dharuriyah. Hal ini karena hadis-hadis dari para Imam Ahlul bait dalam jumlah banyak dan dengan sanad yang shahih telah menjelaskan bahwa mut’ah adalah halal.. Riwayat-riwayat ini banyak sekali bahkan ditulis oleh Syaikh Al Hurr Al Amili dalam Wasa’il Syiah, tetapi hakekat.com pura-pura buta atau memang tidak punya mata sehingga ia hanya mengutip satu hadis yang menurutnya shahih.Salah satu hadis yang menunjukkan kehalalan mut’ah adalah berasal dari Imam Ali alaihissalam sendiri.

Imam Ali alaihissalam juga telah menghalalkan mut’ah, beliau bahkan mencela umar yang sudah membuat larangan atau pengharaman terhadap mut’ah. Hal ini dapat dilihat dalam kitab Wasa’il Syiah jilid 21 hal 5 riwayat no 26357 dan hal 10 riwayat no 26375 dengan sanad yang shahih dari Abu Ja’far yang berkata
Ali alaihissalam berkata “Kalau lah mut’ah tidak dilarang oleh Ibnu Khattab –yakni Umar- maka tidak akan ada yang berzina kecuali orang yang benar-benar celaka”

Oleh karena itulah walaupun Ulama syiah menuliskan hadis mengenai pengharaman mut’ah oleh Imam Ali, mereka mengatakan hadis tersebut palsu atau tidak benar dan berasal dari taqiyyah para perawi hadis tersebut. Ditambah lagi hadis pengharaman mut’ah telah bertentangan dengan banyak hadis shahih dari para Imam Ahlul bait termasuk Imam Ali alaihissalam sehingga Syaikh Al Majlisi dengan tegas menyatakan hadis tersebut palsu.

Hakekat.com kembali unjuk kebodohan, dengan bergaya sok ia mengatakan kalau para perawi hadis pengharaman mut’ah itu adalah tsiqat sehingga hadis tersebut shahih di sisi syiah. Pernyataannya adalah dusta dan sedikitpun hakekat.com tidak mengerti kaidah ilmu hadis di sisi Syiah.

Dalam Rasa’il fi Dirayat Al Hadits jilid 1 hal 395 disebutkan mengenai syarat hadis dinyatakan shahih di sisi Syiah yaitu

Apa saja yang diriwayatkan secara bersambung oleh para perawi yang adil dan dhabit dari kalangan Imamiyah dari awal sanad sampai para Imam maksum dan riwayat tersebut tidak memiliki syadz dan illat atau cacat

Hadis yang dikutip hakekat.com tidak memenuhi persyaratan di atas karena diantara para perawi hadis tersebut ada yang bukan dari kalangan Imamiyah ditambah lagi hadis tersebut bertentangan dengan berbagai hadis shahih dari para Imam sehingga menunjukkan adanya syadz dan illat.

Para perawi yang bermasalah dalam hadis yang dikutip oleh hakekat.com adalah Husain bin Alwan dan Amr bin Khalid Al Wasithi, keduanya adalah para perawi sunni dan bukan dari kalangan syiah imamiyah.

Dalam Ikhtiyar Ma’rifat Ar Rijal. jilid 2 hal 687 Syaikh Al Kasy sebagaimana disebutkan oleh Syaikh At Thusi telah mengatakan kalau Husain bin Alwan dan Amr bin Khalid adalah Rijal Al A’amah yang berarti para perawi sunni atau bukan dari golongan Syiah Imamiyah
Syaikh Al Hurr Al Amili sendiri dalam Wasa’il Syiah jilid 30 hal 354 dimana beliau mengutip Al Kasy yang mengatakan kalau Husain bin Alwan adalah rijal a’amah. Kemudian dalam Wasa’il Syiah jilid 30 hal 438 beliau mengatakan kalau Amr bin Khalid Al Wasithi adalah Rijal a’amah.

Mungkin akan ada pembaca yang terheran-heran mengapa dalam kitab Syiah terdapat para perawi Sunni atau bukan penganut mahzab Syiah Imamiyah. Bagi mereka yang menggeluti hadis-hadis Syiah maka perkara ini tidaklah mengherankan. Pada dasarnya para Ulama yang mengumpulkan hadis dari para Imam selalu berusaha untuk menuliskan hadis-hadis dari orang-orang yang mengaku telah mendengar hadis tersebut dari para Imam walaupun ternyata setelah diteliti orang tersebut bukanlah penganut mahzab Syiah Imamiyah. Ulama Rijal di kalangan syiah menyebut mereka ini dengan sebutan Rijal Al A’amah. Sedangkan untuk para perawi Imamiyah dikenal dengan sebutan Rijal Khasah

Bagaimana status hadis mereka rijal A’amah ini? Ulama syiah mengatakan hadis mereka tidak bisa dinyatakan shahih tetapi bisa diterima jika mereka adalah orang yang tsiqah dan hadis yang mereka bawakan tidak bertentangan dengan hadis shahih dari para perawi Imamiyah, dalam hal ini hadis mereka dinyatakan muwatstsaq. Tetapi jika hadis mereka bertentangan dengan hadis-hadis shahih dari kalangan imamiyah maka hadis mereka tidak diterima walaupun mereka dinyatakan tsiqah. Hal ini karena seringkali terjadi kesalahan pada hadis yang mereka ambil dari para Imam akibat campuraduk yang dilakukan oleh rijal a’amah dengan hadis-hadis sunni di kalangan mereka. Syaikh Al Kasy telah menegaskan hal ini dalam Ikhtiyar Ma’rifat Ar Rijal jilid 2 hal 855

قال أبو محمد الفضل بن شاذان سأل أبي رضي الله عنه، محمد بن أبي عمير، فقال له: انك قد لقيت مشايخ العامة فكيف لم تسمع منهم ؟ فقال: قد سمعت منهم، غير أني رأيت كثيرا من أصحابنا قد سمعوا علم العامة وعلم الخاصة، فاختلط عليهم حتى كانوا يروون حديث العامة عن الخاصة وحديث الخاصة عن العامة، فكرهت أن يختلط علي، فتركت ذلك وأقبلت على هذا

Abu Muhammad Fadhl bin Syadzan berkata ayahku bertanya pada Muhammad bin Abi Umair “kamu bertemu dengan banyak syaikh al a’amah mengapa kamu tidak mendengar hadis dari mereka?. Saya mendengar hadis dari mereka tetapi saya melihat banyak dari sahabat kita telah mendengar hadis dari al’amah dan al khasah kemudian mereka melakukan kekacauan dengan menisbatkan hadis al’amah dari al khasah dan hadis al khasah dari al ‘amah. Oleh karena saya sangat tidak suka dengan kekacauan seperti itu, jadi saya meninggalkan meriwayatkan dari al a’amah dan tetap pada riwayat khasah

Jadi walaupun Husain bin Alwan dan Amr bin Khalid dinyatakan tsiqah, mereka tetap tidak bisa dijadikan hujjah dalam hadis ini karena mereka bukan dari kalangan Imamiyah dan hadis ini yang mereka riwayatkan bertentangan dengan berbagai hadis shahih lain dari para perawi Imamiyah sehingga hadis mereka mengandung syadz dan illat. Jika kita mengkaitkan hadis ini dengan hadis-hadis di kalangan sunni maka bisa dipastikan bahwa hadis pengharaman mut’ah di khaibar memang berasal dari hadis-hadis golongan Sunni dan dicampuradukkan atau dikacaukan dengan hadis Syiah oleh salah satu atau kedua orang perawi ini Husain bin Alwan atau Amr bin Khalid. Kekacauan ini bisa terjadi tidak sengaja atau mungkin sengaja dalam rangka taqiyyah untuk mendapat simpati dari golongan Sunni.

Saya pribadi lebih condong bahwa yang melakukan taqiyyah disini adalah Amr bin Khalid Al Wasithi, Di sisi Syiah orang ini hanya meriwayatkan hadis dari Zaid bin Ali seperti yang disebutkan oleh Syaikh Hurr Al Amili sedangkan di sisi Sunni orang ini ternyata memiliki reputasi yang buruk di kalangan Sunni – lihat keterangannya dalam kitab Tahzib ibnu hajar-.

Ia meriwayatkan banyak hadis palsu atas nama Zaid bin Ali. Ahmad bin Hanbal panutan ulama sunni mengatakan bahwa ia seorang pendusta yang meriwayatkan hadis-hadis palsu dari zaid bin ali dari ayahnya. Oleh karena itu untuk menarik simpati dari kalangan ulama sunni pada masanya maka ia meriwayatkan hadis-hadis dari Zaid bin Ali yang diterima disisi Sunni, seperti hadis yang kita bahas di atas. Sayangnya usaha ini tidak berhasil, pada akhirnya banyak ulama sunni tetap menyatakannya pendusta, matruk, pembuat hadis palsu atas nama Zaid bin Ali, dan munkar hadis tetapi data yang penting disini adalah tidak ada satupun Ulama sunni yang mengatakan kalau dia ini seorang Syiah atau Rafidhah bahkan ulama sunni menegaskan kalau ia tidak mendengar dari Imam Ja’far. Dengan kata lain tidak ada alasan sedikitpun untuk menisbatkannya sebagai pengikut Syiah Imamiyah.Satu-satunya yang mungkin masih masuk akal adalah Amr bin Khalid adalah pengikut Zaidiyah dan saya yakin ialah yang diisyaratkan oleh Syaikh Muhammad Baqir Al Majlisi ketika menyatakan bahwa hadis pengharaman mut’ah di atas dipalsukan oleh pengikut Zaidiyah.

Saya ingatkan kepada para pembaca agar waspada terhadap kedustaan yang dibuat oleh hakekat.com. Orang dungu ini benar-benar tidak mengerti sedikitpun tentang mahzab syiah termasuk ilmu hadis dan ilmu rijal di kalangan Syiah. Orang dungu ini juga tidak becus dalam menukil tapi gayanya luar biasa angkuh, seolah ia memahami tetapi kenyataannya benar-benar nol besar. Orang dungu ini juga tidak segan-segan membuat kedustaan asalkan kedustaan itu membuat orang menjadi benci dan mengkafirkan Syiah. Hakekat.com hanyalah situs fitnah yang hanya memuat fitnah-fitnah terhadap syiah, maka celakalah mereka para pendusta dan pemfitnah.

Imam Hasan, Imam Maksum Yang Dibenci

Sungguh berbeda jauh dengan Syiah, Salafi Nasibi tidak hanya menolak Imam Hasan sebagai Imam dalam agama bahkan salafi nasibi tidak segan-segan menyatakan kebencian pada Imam Hasan. Mengapa sang Imam maksum begitu dibenci oleh Salafi nashibi ?. Mari kita simak bersama jawabannya.

Syiah berkeyakinan bahwa Imam yang akan memberi petunjuk bagi manusia agar tidak sesat adalah Imam ahlul bait yang berjumlah dua belas oleh karena itu syiah sering disebut Syiah Imamiyah atau Syiah Itsna Asyariyyah atau Syiah dua belas Imam. Berbeda dengan Syiah, salafi nashibi justru menolak mengakui ahlul bait sebagai Imam bahkan mereka lebih suka mengakui Muawiyah, pengikutnya dan cucu-cucunya dan berlomba-lomba mengutamakan mereka. Salah satu Imam syiah adalah Hasan bin Ali putra Ali bin Thalib kakak Imam Husain. Salafi Nashibi sering menutupi kebenciannya terhadap Imam Hasan dengan selalu mengklaim bahwa mereka mencintai Imam Hasan. Huh betapa mudahnya cinta itu diklaim, betapa ringannya mulut itu bermanis kata. Tetapi bangkai tetaplah bangkai, disembunyikan dengan pewangi apapun baunya akan tetap tercium juga. Begitu pula salafi nashibi tidak ada gunanya mereka mengklaim mencintai Imam Hasan kalau mereka sendiri justru memerangi Imam Hasan, menolak mengakui petunjuknya dan memerangi para pengikut sang Imam. Sikap salafi ini tidak lain hanya muncul dari kebencian yang diwariskan oleh bani Umayyah.

Ada hal menjijikkan yang sering diulang-ulang oleh salafi nashibi untuk merendahkan syiah. Mereka menuduh Syiah membenci Imam Hasan dengan alasan keturunan Imam Hasan tidak ada satupun yang menjadi Imam Syiah dan justru yang menjadi Imam Syiah adalah keturunan Imam Husain. Salafi nashibi memang hanya bisa menampilkan tuduhan busuk. Setelah memerangi Imam Hasan, salafi nashibi tidak puas kalau nama sang Imam begitu harum disisi Syiah sehingga mereka berusaha merendah-rendahkan syiah dengan tuduhan busuk seperti itu. Jika ada yang bertanya, apa salah Syiah? Maka jawabannya karena syiah satu-satunya umat Islam yang berpedoman kepada Imam Hasan agar tidak tersesat.

Mengenai tuduhan bahwa Syiah tidak menjadikan Imam dari keturunan Hasan maka tidak ada yang dapat saya katakan kepada mereka selain betapa bodohnya mereka yang menuduh seperti itu. Alangkah bodohnya mereka tentang mahzab Syiah dan Imamah sampai-sampai mereka menanyakan sesuatu yang tidak ada hubungannya sama sekali dengan syiah. Cih camkan wahai para nashibi seperti hakekat.com, Syiah tidak pernah mengangkat dan menjadikan siapapun sebagai Imam bagi manusia. Syiah hanyalah mengikuti apa yang telah ditetapkan oleh Allah dan RasulNya.

Dalam kitab Uyun Akhbar Ar Ridha jilid 1 hal 57 disebutkan

Imam Ali alaihissalam ditanya tentang apakah yang dimaksud oleh Rasulullah SAW dengan ahlul bait ketika Rasulullah SAW bersabda “kutinggalkan dua pusaka berharga diantaramu yaitu Kitab suci Allah dan Ahlul baitku?”. Imam Ali alaihissalam menjawab “yang dimaksud Beliau mengenai Ahlul Bait adalah Aku, Hasan, Husain dan Sembilan orang Imam keturunan Husain, yang kesembilan adalah Mahdi Al Qaim. Mereka tidak akan berpisah dari kitab suci Allah sampai menemui Rasulullah di telaga haudh.

Syiah begitu teguh mengikuti para Imam ahlul bait bahkan walaupun sang Imam melakukan sesuatu yang tidak disukai mereka maka mereka tetap menjadikan Imam sebagai pedoman. Berbeda sekali dengan salafi nashib yang memerangi Imam Hasan, mereka dipimpin Muawiyah dan pengikutnya telah menolak untuk mengakui Imam Hasan sebagai khalifah yang sah. Mereka mengangkat senjata untuk memerangi Imam Hasan sungguh tidak ada lagi kebencian yang lebih besar dari itu. Oleh karena itu ketika Imam Hasan menyerahkan khilafah kepada Muawiyah dan pengikutnya maka kaum syiah menjadi bingung, mereka awalnya tidak mau menerima hal tersebut tetapi setelah mereka bertanya kepada Imam Hasan sendiri maka merekapun mendapatkan jawabannya dan dengan teguh tetap mengakui kalau Imamah adalah milik Imam Hasan.

Dalam kitab Biharul Anwar jilid 44 hal 24 disebutkan sebagai berikut :

Abu Ja’far berkata, salah seorang pengikut Hasan yang bernama Sufyan bin Laila datang menghadap Hasan dengan menaiki onta, dia melewati imam Hasan yang sedang duduk di teras rumahnya, dia pun berkata : Assalamualaikum wahai penghina orang beriman!”. Hasan berkata padanya : turunlah kemari dan jangan tergesa-gesa. Dia pun turun dan mengikatkan ontanya pada tiang rumah seraya menghampiri Hasan. Hasan berkata padanya : barusan kamu bilang apa? Jawab Sufyan Saya mengatakan Assalamualaika wahai penghina orang beriman”. Hasan menjawab siapa yang memberitahu padamu hal itu? Dia menjawab ” kamu telah sengaja melepaskan kepemimpinan umat dan kau serahkan pada seorang taghut yang berhukum dengan selain hukum Allah. Hasan berkata : akan kuberitahukan padamu mengapa saya berbuat demikian, aku mendengar ayahku berkata, bahwa Nabi telah bersabda : hari hari tidak akan berlalu sampai memegang urusan umat ini orang yang ba;’umnya luas dadanya lebar, suka makan dan tidak pernah kenyang, dialah Muawiyah,karena inilah aku melakukan hal itu. Hasan bertanya pada Sufyan : Apa yang membuatmu kemari? Jawabnya : kecintaanku padamu wahai Hasan, yang membuatku datang kemari menemuimu. Lalu Hasan berkata : demi Allah, tidak ada seorang hamba yang mencintai kami walaupun dia sedang ditawan di negeri Dailam, maka kecintaan itu akan berguna baginya, sesungguhnya kecintaan manusia pada kami akan menggugurkan dosa sebagaimana angin yang menggugurkan daun dari pepohonan.

Kecintaan syiah kepada sang Imamlah yang membuat mereka pengikut syiah segera bertanya kepada sang Imam mengapa Imam menyerahkan khilafah kepada Muawiyah?. Mereka tidak suka kalau khilafah dipegang oleh para pembenci Imam ahlul bait, sehingga syiah pun menjadi bingung atas tindakan sang Imam. Walaupun begitu mereka tidak berlepas diri dari sang Imam bahkan mereka menghadap sang Imam untuk memperoleh kejelasan. Sikap syiah yang selalu berpegang pada Ahlul bait mengundang rasa iri dan dengki orang-orang seperti hakekat.com. Setelah mengutip riwayat di atas hakekat.com berkata

Pengikut Hasan yang mencintainya malah menjelekkan Hasan dengan mengatakan bahwa Hasan adalah penghina orang beriman. Jika kita melihat lagi keyakinan bahwa para imam adalah maksum maka perbuatan itu adalah tidak dapat digugat, karena dilakukan oleh imam yang maksum, terjaga dari kesalahan. Dalam riwayat ini dinyatakan bahwa Sufyan datang karena dorongan kecintaannya pada Hasan. Kecintaan itu diungkapkan dengan mengatakan : Assalamualaika wahai penghina orang beriman. Cinta macam apa itu?

Padahal justru karena kecintaan syiah kepada sang Imam yang membuat mereka langsung bertanya kepada sang Imam. Tentu saja bagi beberapa orang tindakan Imam Hasan menyerahkan khilafah kepada Muawiyah menimbulkan rasa tidak suka. Bagaimana mungkin khilafah harus dipegang oleh para pembenci Imam ahlul bait?. Bagaimana mungkin khilafah harus dipegang oleh orang zalim?.Bukankah syiah siap sedia berjuang demi Imam Hasan?. Syiah yang sangat mencintai Imam Hasan tidak mau menyimpan rasa suka terhadap sang Imam, oleh karena itu syiah menghadap sang Imam untuk meminta penjelasan atau hakekat dari tindakan beliau. Setelah mendapat penjelasan sang Imam, syiah akhirnya menerima keputusan sang Imam dan tetap teguh untuk berpedoman kepada para Imam Ahlul bait. Si dungu hakekat.com malah meluncurkan kata-kata yang tidak pantas kepada Imam Hasan

Dan imam Hasan nampaknya senang dengan ungkapan kecintaan orang itu. Apakah imam Hasan mau saja terkesan dibodohi, dan percaya begitu saja akan kecintaan orang yang menghinanya? Apakah pengikut Hasan tadi tidak tahu bahwa Hasan adalah maksum yang tidak mungkin berbuat salah? Bagi orang itu, nampak jelas bahwa imam Hasan bersalah, sehingga layak untuk dicela. Subhanallah, inilah akhlak orang beriman terhadap imamnya yang maksum dan mulia?

Begitulah, si dungu hakekat.com selalu gagal memahami riwayat yang ia baca dari kitab-kitab syiah. Pernahkah anda pembaca bertanya-tanya, mengapa hakekat.com mendadak menjadi begitu dungu?.

Jawabannya hanya ada dua, pertama karena ia membaca riwayat-riwayat Syiah dengan nafsu kebencian kepada sang Imam dan para pengikutnya. Si dungu ini hanya dipenuhi iri dengki dan kemarahan terhadap syiah. Jadi harap maklum para pembaca, memang kalau sudah marah orang bisa jadi begitu bodohnya. Atau yang kedua karena memang pada dasarnya hakekat.com itu tidak memiliki kecerdasan yang cukup untuk memahami apa yang ia baca, jadi memang dungu dari sananya.

Pengikut syiah sudah jelas mengakui kemaksuman sang Imam, oleh karena itu mereka segera bertanya kepada sang Imam. Ini merupakan bukti kuat kalau mereka selalu mengembalikan permasalahan apapun kepada sang Imam. Satu hal lagi pengikut syiah sendiri bukanlah orang yang maksum sehingga jika rasa tidak suka pada seseorang membuatnya berkata yang tidak baik, itu karena ia awalnya tidak memahami hakekat perbuatan sang Imam. Ia tidak datang kepada sang Imam untuk mencela, ia datang kepada sang Imam untuk mengeluhkan rasa tidak suka atas tindakan Imam yang tidak ia pahami. Lagi-lagi dalam riwayat tersebut kedatangan Sufyan bukanlah untuk mencela tetapi untuk mengetahui penjelasan Sang Imam, inilah yang ia maksud bahwa ia datang karena kecintaan kepada sang Imam.

Hakekat.com memang tidak bisa menyembunyikan mental nashibinya sehingga dengan mudah ia beranggapan kalau Imam Hasan terkesan dibodohi. Jika anda pembaca melihat tulisan-tulisan hakekat.com, maka anda akan melihat bahwa hakekat.com tidak memiliki kehalusan dalam menggunakan kata-kata -baik itu pernyataan atau perumpamaan- kepada para Imam Ahlul bait. Mungkin cinta kepada ahlul bait versi hakekat.com adalah cinta dalam bentuk kata-kata yang penuh dengan hinaan. Naudzubillah.

Mari kita lihat sisi lain yang terlupakan oleh hakekat.com. Jika ia dengan angkuh mencela syiah yang meninggalkan Imam Hasan -padahal ia tidak bisa membedakan antara syiah sejati dan yang mengaku syiah- maka apa yang akan ia katakan kepada mereka yang justru memerangi Imam Hasan. Siapakah mereka yang menolak mengakui khilafah sang Imam?. Siapakah mereka yang ingin merampas khilafah dari Imam Hasan? Siapakah mereka yang bergegas untuk memerangi Imam Hasan?. Syiahkah atau justru Sunni, cih coba jawab wahai hakekat.com yang dungu. Jangan karena kebencian matamu hanya tertuju kepada syiah lantas bagaimana dengan Muawiyah, Amr bin Ash dan para pengikutnya yang merupakan sahabat kebangganmu. Bukankah mereka nyata-nyata memerangi sang Imam. Kebencian dan kekejian mana yang lebih dari itu. Baiklah, mungkin bukan Sunni tapi salafi nashibi, bukankah mereka salafi nashibi itu selalu memuja Muawiyah bahkan tidak malu-malu salafi nashibi membuat kitab khusus yang penuh kepalsuan mengenai keutamaan Muawiyah. Begitulah mental hakekat.com seorang salafi nashibi begitu mudahnya ia berkata kasar terhadap sang Imam tapi bungkam seribu bahasa atas perilaku idolanya Muawiyah dan Amr bin Ash. Jadi memang benar Imam Hasan adalah Imam maksum yang dibenci oleh salafi nashibi termasuk hakekat.com, Naudzubillah.

Imam Ali Bertaklid Buta Pada Umar bin Khattab Adalah Dusta

Kali ini saya akan membersihkan tuduhan-tuduhan hakekat.com kepada Imam Ali dalam tulisannya Imam Ali bertaklid buta pada Umar bin khattab.

Bulan Ramadhan adalah bulan penuh mulia, dimana Rasulullah SAW menganjurkan umat islam untuk memperbanyak ibadah di antaranya memperbanyak melakukan shalat malam di bulan Ramadhan. Rasulullah SAW telah memeberikan tuntunan yang jelas bagaimana ibadah yang sebaiknya dilakukan. Dalam bulan Ramadhan Rasulullah SAW menganjurkan untuk memperbanyak shalat malam, Rasulullah SAW tidak pernah menganjurkan atau memerintahkan umatnya untuk shalat tarawih berjamaah. Jika kita melihat riwayat-riwayat shalat Rasulullah SAW di bulan Ramadhan maka kita akan mendapatkan bahwa Rasulullah SAW tidak pernah mengajak orang-orang untuk shalat berjamaah. Hanya orang-orang saja yang berduyun-duyun ikut shalat di belakang Rasulullah. Melihat perilaku para sahabat yang ikut shalat di belakang beliau, Rasulullah SAW menghindar dan kembali masuk kerumahnya. Bukankah hal ini menyiratkan kalau Rasulullah tidak suka dengan perilaku para sahabat itu. Kalau memang dianjurkan tentu Rasulullah akan memerintahkannya dan tidak perlu menghindar dengan masuk ke dalam rumah.

Mari kita simak beberapa riwayat:

Dari Abul Abbas dan Ubaid bin Zurarah dari Abu Abdillah Alaihissalam mengatakan: Rasulullah SAAW menambah rakaat shalatnya di bulan Ramadhan, setelah shalat atamah (shalat isya’) beliau shalat lagi, orang-orang shalat di belakangnya, lalu beliau masuk ke rumahnya dan membiarkan orang-orang shalat di masjid. Lalu beliau keluar lagi ke masjid dan shalat lagi, orang-orang pun berdatangan dan shalat di belakangnya. Rasulullah SAAW selalu masuk dan meninggalkan mereka. Rasulullah SAAW (atau Imam Al Baqir) mengatakan: jangan shalat setelah isya’ kecuali di bulan Ramadhan.

Tahdzibul Ahkam jilid 3 Bab Keutamaan bulan Ramadhan dan Shalat sunnah lebih dari shalat sunnah yang biasa dikerjakan bulan-bulan lain.

Riwayat ini menunjukkan kalau Rasulullah SAW sebenarnya tidak ingin shalat berjamaah, beliau hanya ingin shalat sendiri di malam bulan Ramadhan oleh karena itu Beliau berkali-kali menghindar masuk ke dalam rumah ketika melihat para sahabat ikut shalat di belakangnya.

Begitu pula Imam Ali tidak pernah memerintahkan untuk shalat sunah berjamaah di bulan Ramadhan bahkan sebaliknya

Juga disebutkan dalam sebuah riwayat dari Imam Ja’far As Shadiq: ketika Amirul Mukminin –Ali- tiba di kota Kufah, beliau memerintahkan Hasan bin Ali untuk mengumumkan: Tidak ada shalat jamaah di masjid pada bulan ramadhan, lalu Hasan pun mengumumkan di tengah masyarakat, mendengar pengumuman itu masyarakat berteriak: Duhai ajaran Umar, duhai Ajaran Umar, Hasan pun kembali menghadap Ali, Ali bertanya: Suara apa itu? Hasan menjawab: Wahai Amirul Mukminin, orang-orang berteriak: Duhai ajaran Umar, duhai ajaran Umar, lalu Amirul Mukminin mengatakan: Shalatlah.

Lihat Tahdzibul Ahkam, jilid 3, juga wasa’ilus Syi’ah jilid 8 hal 17-48 Bab Keutamaan bulan Ramadhan dan Shalat sunnah lebih dari shalat sunnah yang biasa dikerjakan bulan2 lain. Begitu juga hadits ini dikuatkan dalam kitab Hada’iq Nazhirah fi Ahkam Al Itrah At Thahirah, karya Yusuf Al Bahrani jilid 10 hal 520-522.

Lihat baik-baik, Imam Ali memerintahkan Hasan bin Ali untuk mengumumkan tidak ada shalat berjamaah di masjid pada bulan Ramadhan. Orang-orang yang mendengar itu menjadi tidak suka, mereka tidak ingin kalau ajaran Umar -yaitu shalat tarawih berjamaah- dihapuskan sehingga mereka berteriak “duhai ajaran Umar, duhai ajaran umar”. Walaupun orang-orang itu berteriak , Imam Ali tidak menghiraukan teriakan orang-orang. Beliau tetap berpegang teguh pada sunnah Rasul sehingga ia berkata “shalatlah” yaitu shalat seperti yang diajarkan Rasulullah SAW dan kita lihat Rasulullah SAW tidak memerintahkan untuk shalat berjamaah di masjid, Beliau justru ingin shalat sendiri di masjid. Inilah yang dimaksud Imam Ali agar orang-orang shalat tanpa dengan aturan harus berjamaah -ajaran Umar- karena sebenarnya Rasulullah lebih suka shalat sendiri.

Entah mengapa kebodohan hakekat.com selalu terulang. Setelah membawa riwayat Imam Ali di atas, ia berkata

Kita lihat di Amirul Mukminin memerintahkan untuk shalat sunnah berjamaah setelah isya di bulan Ramadhan. Padahal kita tahu bahwa imam Ali adalah maksum –diyakini oleh ummat syiah terpelihara dari kesalahan- seperti kita bahas pada makalah sebelumnya.

Alangkah bodohnya anak manusia yang tidak bisa mengerti kata-kata Tidak ada shalat jamaah di masjid pada bulan ramadhan. Bukankah kata-kata itu yang merupakan perintah Imam Ali.

Hakekat.com itu malah berkata yang lebih aneh lagi

Jika kita melihat jawaban yang muncul dari umat syiah bahwa shalat tarawih adalah buatan Umar bin Khattab, ternyata riwayat-riwayat di atas sesuai dengan ajaran Umar bin Khattab. Ini bisa berarti dua hal, yang pertama, ajaran Umar bin Khattab sesuai dengan ajaran Nabi dan 12 imam maksum, atau para Imam syiah menggunakan ajaran dari Umar bin Khattab.

Cih betapa dungunya, kedua riwayat di atas tidak ada yang menyatakan kalau mendukung ajaran Umar. Riwayat pertama Rasulullah SAW justru berulang kali menghindari shalat berjamaah dengan para sahabat artinya Rasulullah SAW tidak suka dengan ajaran Umar. Riwayat kedua justru isinya adalah perintah Imam Ali bahwa tidak ada shalat jamaah di masjid pada bulan ramadhan. Bukankah ini berarti Imam Ali melarang ajaran Umar.

Jadi kata-kata hakekat.com berikut adalah dusta

Lagipula jika umat syiah masih menganggap shalat tarawih sebagai bid’ah, mengapa para imam syiah menyetujui bid’ah –bahkan mendukungnya- dan tidak menumpasnya?

Para Imam syiah berulang kali melarang bid’ah ini tetapi memang orang-orang seperti hakekat.com lebih suka ajaran Umar ketimbang ajaran Ahlul Bait Rasul. Padahal Umar sendiri mengakui kalau ajarannya adalah bid’ah. Bukankah Umar lebih mengetahui apa yang ia katakan daripada hakekat.com yang banyak dustanya ini. Jika seorang Umar saja beranggapan shalat tarawih berjamaah adalah bid’ah maka apalagi yang perlu diributkan hakekat.com. Sepertinya kebencian terhadap ajaran Ahlul Bait membuat ia kerasukan sehingga riwayat yang justru menolak ajaran umar ia pahami sebagai riwayat yang mendukung ajaran Umar.

Bagian paling keji dari tulisan hakekat.com yang menunjukkan mental nashibinya adalah kata-katanya di bagian akhir yang sungguh sangat tidak pantas

Imam yang maksum bukannya melarang tersebarnya bid’ah tapi malah menggalakkan dan menyetujui bid’ah, apakah Ali akan dibangkitkan dalam keadaan berbau busuk di hari kiamat? Atau dia akan terkena laknat Allah dan binatang–binatang kecil?

Cih betapa hinanya hakekat.com berani berkata begitu kepada Imam Ali. Inilah hakekat tersembunyi hakekat.com yang merupakan antek nashibi yang ingin memecah belah Umat Islam. Tidak cukup berdusta, hakekat.com memuaskan nafsunya dengan menghina Imam Ahlul Bait. Naudzubillah.

Mukjizat Para Imam Syiah

Para Imam Ahlul bait adalah washi Rasul, pewaris Rasul dan penjaga syariat Allah SWT. Imam-imam ahlul bait adalah semulia-mulia manusia setelah para Rasul. Imam-imam ahlul bait adalah manusia pilihan yang diangkat oleh Allah SWT sebagai penerus Kenabian demi menjaga syariat Allah. Bukankah syiah dan sunni sepakat mengakui kalau Rasulullah SAW telah mengatakan “aku tinggalkan dua pusaka yang apabila kalian berpegang kepadanya maka kalian tidak akan tersesat yaitu kitab Allah dan ithrahku ahlul baitku”. Tidak diragukan lagi kalau para Imam Ahlul bait yang dimaksud oleh Rasulullah SAW.

Bukankah dengan jelas kita dapat melihat kalau Imam ahlul bait bukanlah manusia biasa tapi manusia pilihan sehingga sangat wajar sekali jika manusia-manusia pilihan itu memiliki karamah-karamah yang sering dianggap sebagai mukjizat. Apakah adanya mukjizat ini berarti meragukan kekuasaan Allah SWT?. Apakah karamah-karamah tersebut menunjukkan kalau para Imam lebih berkuasa dari Allah SWT?. Sungguh betapa dungunya orang yang berpendapat demikian. Ketahuilah wahai para pembaca, semua karamah atau mukjizat yang dimiliki oleh para Imam Ahlul bait semuanya terjadi atas izin Allah. Justru semua itu menunjukkan kekuasaan Allah SWT yang sangat besar. Kami kaum syiah meyakini dengan pasti bahwa tiada daya upaya yang dimiliki makhluk dan hanya Allah SWT yang memiliki kekuasaan atas segala sesuatu. Tetapi kami kaum syiah juga meyakini kalau Allah SWT dapat saja memberikan kekuasaan yang berupa karamah atau mukjizat kepada siapapun yang Allah kehendaki. Sedikitpun hal ini tidak mengurangi kekuasaan Allah SWT.

Kami kaum syiah meyakini bahwa diantara mereka yang mendapat karamah dan mukjizat dari Allah SWT adalah para Nabi dan Imam. Bukankah kita seringkali membaca dalam Al Quran kisah-kisah yang menunjukkan mukjizat luar biasa yang dimiliki oleh para Nabi dan orang-orang tertentu. Ingatkah anda wahai pembaca mukjizat Nabi Musa dimana tongkatnya berubah menjadi ular besar, atau mukjizat Nabi Musa ketika ia membelah laut dengan tongkatnya. Ingatkah anda wahai pembaca kisah pertemuan Nabi Musa dengan seseorang yang memiliki pengetahuan pengetahuan ghaib yang tidak diketahui oleh Nabi Musa. ingatkah anda wahai pembaca kisah seorang pembantu Nabi Sulaiman-orang yang dianugerahi ilmu dari sisi Allah- yang dapat memindahkan singgasana Ratu Balqis dalam sekejap mata. Ingatkah anda mukjizat Nabi Isa yang dapat menghidupkan orang mati. Ingatkah anda kisah Nabi Ibrahim yang tidak terluka sedikitpun ketika dibakar dalam keadaan hidup-hidup dan Ingatkah anda akan kisah Nabi kita Muhammad SAW yang mulia dimana ia telah membelah bulan di hadapan orang-orang kafir. Jadi, apa yang patut diherankan dari semua mukjizat itu dan kami kaum syiah meyakini kalau semua itu terjadi atas izin Allah SWT.

Semua karamah dan mukjizat yang dimiliki baik para Nabi dan Imam bukanlah kemampuan mereka tetapi anugerah Allah yang dilimpahkan atas mereka. Jadi sangat tidak tepat kalau ada yang berkeyakinan bahwa para Nabi dan Imam adalah superhero yang luar biasa dengan kemampuan-kemampuan yang istimewa. Tetapi inilah yang terjadi pada si pendosa hakekat.com. hakekat.com dengan kemampuan intelek yang terbatas tidak bisa memahami hal yang sederhana seperti ini. Baginya orang-orang yang memiliki mukjizat adalah orang dengan kemampuan luar biasa yang dapat menggunakan kemampuan itu seenaknya kapan saja dan dimana saja. Cih coba lihat kata-kata hakekat.com yang sesat itu dalam tulisannya Mukjizat para imam syiah

Mengapa Ali tidak menggunakan mukjizatnya di saat-saat genting seperti ini?

Mengapa Ali tidak menggunakan kesaktiannya untuk membela diri dan membela Agamanya dalam masa pemerintahan tiga khalifah, begitu juga saat berperang melawan Muawiyah yang mana Ali tetap saja kalah meskipun membawa pedangnya?

juga kata-kata rendahnya terhadap Imam Hasan

Begitu juga Hasan, mengapa dia tidak menggunakan mukjizatnya?

Hasan lengser dari jabatan khalifah dan menyerahkannya pada Muawiyah, dengan begitu dia dan tentaranya telah rela berada di bawah pimpinan muawiyah –walaupun tentara Hasan yang telah berbaiat pada Ali untuk mati dalam perang, sedangkan saat itu mereka belum berperang, jumlah mereka ada 40.000 pasukan seperti dikisahkan oleh Thabari- padahal muawiyah adalah seorang yang kafir –nenurut syi’ah-, sedangkan saat itu Hasan memiliki senjata ilahi yang dapat menundukkan seluruh dunia, tetapi tidak dapat menundukkan tentara Muawiyah, bahkan Hasan menyerahkan jabatan khalifah kepada Muawiyah, sedangkan Hasan mampu menundukkan Muawiyah dan seluruh dunia dengan pedangnya –sekali lagi ini menurut anggapan syi’ah-.

hakekat.com yang kurangajar ini juga berkata yang tidak-tidak tentang Imam Husain

Begitu pula Husein yang dipanggil oleh syi’ahnya yang siap untuk mendukungnya di Ira, tapi mereka malah meninggalkan Husein sendirian, hignga akhirnya Husein dikepung oleh tentara Yazid dan dipaksa untuk menyerah tapi Husein tetap menolak, dan terpaksa berperang sendirian, hanya bersama sekelompok kecil pengikutnya beserta kaum wanita dan anak-anak, sementara dia membawa senjata yang terhebat –senjata mukjizat yang menurut syi’ah dimiliki oleh seluruh imam mereka-, mengapa dia tidak menggunakan senjatanya untuk melindungi diri dan keluarganya?

Tahukah wahai pembaca apa yang salah dengan hakekat.com? jika anda tidak tahu maka saya beritahu “ada yang salah dengan otak hakekat.com”. Saya tidak sekedar menghina lho, kami kaum syiah meyakini kalau mukjizat para Nabi dan Imam adalah kekuasaan Allah SWT tetapi hakekat.com yang sesat justru beranggapan mukjizat itu adalah senjata yang dimiliki oleh para Imam yang dapat digunakan kapan saja.

Bukankah kita telah membaca bahwa sejarah para Nabi dipenuhi dengan penderitaan yang sangat tetapi tidak dapat disangkal kalau para Nabi memiliki banyak mukjizat. Bukankah Nabi kita Muahmmad SAW punya mukjizat yang hebat sehingga bisa membelah bulan, bukankah Nabi kita Muhammad SAW lebih mulia dari Nabi Musa. Lantas dengan itu apakah kita pantas mengatakan. Mengapa Nabi tidak menggunakan mukjizatnya untuk melawan kaum kafir Quraisy?. Mengapa perlu ada perang yang berkali-kali, bukankah cukup dengan mukjizat Nabi kita yang mulia maka para kafir quraisy akan dengan mudah dihancurkan?. Mengapa Nabi kita Muhammad SAW tidak berdoa kepada Allah SWT agar menghancurkan kaum kafir Quraisy dengan sekali libas atau satu teriakan saja atau mengguncangkan dan membelah kota tempat tinggal kaum kafir Quraisy. Bukankah bulan saja bisa terbelah apalagi hanya kota kaum kafir yang cuma seupil. Kira-kira apa yang akan dikatakan oleh hakekat.com yang sesat itu. Tidakkah ia berhenti sejenak mengoreksi cara berpikirnya yang sangat sangat dangkal.

beranikah hakekat.com yang dungu itu mengatakan “apakah masuk akal Allah SWT melarang kemampuan Nabi Muhammad yang bisa membelah bulan untuk digunakan membelah kota kaum kafir Quraisy?”. Seperti yang hakekat.com katakan dengan sombongnya terhadap para Imam ahlul bait

Apakah masuk akal bila Allah melarangnya menggunakan senjata itu?

Apakah akal bisa menerima alasan ini?

Bukankah kaum kafir Quraisy telah banyak menyakiti Rasul dan menimbulkan penderitaan yang tidak terkatakan, bukankah kaum kafir itu sudah nyata-nyata menentang Allah dan RasulNya. Masuk akalkah jika Allah SWT melarang Nabi SAW menggunakan kemampuannya -senjatanya-. Cih begitulah cara pikir yang sesat dan keblinger orang yang tidak pernah menggunakan akalnya dengan benar.

hakekat.com ini telah memisahkan mukjizat para Nabi dan Imam dari kekuasaan Allah sehingga ia berkeyakinan bahwa mukjizat para Nabi dan Imam itu adalah senjata yang dapat digunakan kapan saja dengan seenaknya.

Perhatikan wahai pembaca, jangan mudah terprovokasi oleh logika yang bodohnya minta ampun yang memenuhi semua tulisan hakekat.com. Tidak hanya bodoh, hakekat.com bahkan berani mengatakan kata-kata yang kurang ajar pada Imam ahlul bait, masa’ ia bilang Imam ahlul bait hidup dalam keadaan hina

Para imam memiliki kekuatan luar biasa, lalu hidup dalam keadaan hina dan ketakutan, ajaran mereka tertindas dan tidak banyak diikuti, pengikutnya selalu dizhalimi dan diusir, dan tidak mau menggunakan kekuatan luar biasa [baca mukjizat] yang ada pada mereka?

jadi hidup semacam muawiyah dan yazid yang anda maksud mulia wahai hakekat.com. Cih sangat tidak salah kalau kita mengatakan hakekat.com ini jelas-jelas seorang Nasibi pembenci ahlul bait

Mari kita menantang hakekat.com yang lemah akal pikirnya ini, bukankah ia telah berani mengatakan

Para imam selalu memperlihatkan kekuatan mukjizat pada pengikut mereka, sehingga para pengikut menyaksikan mukjizat yang menakjubkan dan membuat mereka melihat langsung mukjizat para imam, teapi tidak ada satu pun dari mereka yang berani mencoba untuk bertanya: mengapa para imam memiliki kekuatan luar biasa [baca mukjizat] tetapi para imam dan juga pengikutnya, juga ajaran yang dibawa para imam selalu dalam keadaan hina?

Akal yang sehat dapat memastikan bahwa riwayat-riwayat mukjizat para imam adalah dusta yang mengatasnamakan ahlul bait, sebagaimana para imam dikatakan meyakini ajaran imamah, padahal semua itu dusta.

Maka beranikah ia mendustakan semua ayat-ayat Al Quran yang menunjukkan mukjizat luar biasa yang dimiliki para Nabi. Bukankah para Nabi juga hidup dalam keadaan menderita -perhatikan saya tidak menggunakan kata kurang ajar “hina” seperti yang digunakan hakekat.com-. Tidak adakah manusia yang bertanya, mengapa para Nabi yang memiliki kekuatan luar biasa [baca mukjizat] tetapi hidup mereka dipenuhi penderitaan oleh para penentangnya. Akankah hakekat.com mengatakan bahwa akal yang sehat memastikan bahwa ayat Al Quran tentang mukjizat para Nabi adalah dusta. Jika ia memang berani maka selain Nasibi ternyata hakekat.com juga seorang yang kafir akan ayat-ayat Allah SWT.

Menggugat Tulisan “Imam Bukan Manusia”

Sungguh tidak terbayangkan kalau kata-kata buruk seperti ini bisa keluar dari mulut seorang muslim. Si pendusta hakekat.com dengan tidak tahu malu mengatakan kalau Imam ahlul bait bukan manusia. Apakah ia tidak tahu siapa yang sedang ia bicarakan?. Apakah semua keutamaan  yang dimiliki Imam ahlul bait tidak bisa membuatnya berhati-hati dalam berbicara?. Saya yakin ia tahu semua itu tetapi rasa kebencian kepada Imam yang membludak di dalam hatinya telah membuat ia berani berkata keji kalau Imam ahlul bait bukan manusia. Cukuplah dengan ini kita menilai orang seperti apa hakekat.com, tidak lain dan tidak bukan ia seorang Nasibi yang keji.

Memang kalau kita membaca tulisan hakekat.com maka kita dapat melihat pengakuan dirinya kalau ia adalah manusia yang selalu berbuat zhalim dengan bermaksiat pada Allah, dan selalu bersifat kafir terhadap nikmatNya. Eit saya tidak menuduh, silakan pembaca melihat betapa ia berkata

Manusia selalu berbuat zhalim dengan bermaksiat pada Allah, dan selalu bersifat kafir terhadap nikmatNya, tidak mau mengakui dan mensyukuri apa yang diberikan Allah padanya secara gratis, tanpa usaha dan upaya dari manusia. Misalnya nikmat udara, kapan kita berusaha mencari udara untuk bernafas?

Itulah yang ia katakan dan kalau hakekat.com merasa dirinya manusia, maka berdasarkan perkataannya sendiri maka ia adalah orang yang selalu berbuat zalim, bermaksiat kepada Allah dan kufur akan nikmat Allah, Naudzubillah.

Sudah selayaknya kalau seorang muslim meyakini bahwa ada orang-orang yang dijaga oleh Allah SWT terkait dengan tugas yang diembankan Allah SWT kepadanya. Seorang Nabi yang diutus oleh Allah SWT untuk menyampaikan risalahnya, haruslah seorang yang terjaga oleh Allah SWT atau dengan kata lain “maksum”. Karena jika ia tidak terjaga maka bisa saja ia lupa atau salah dalam menyampaikan risalah Tuhan. Hal yang sudah tentu sangat tidak dikehendaki oleh Allah SWT. Oleh karena itu demi menjaga kemurnian risalah dan syariat Allah yang dibawa oleh para Nabi maka Allah mensifatkan keterjagaan kepada para Nabi alias maksum.

Orang yang berakal tidak sulit memahami hal yang mudah seperti ini tetapi nasibi hakekat.com yang keji ini tidak mampu memahami hikmah dibalik kemaksuman para Nabi dan Imam. Padahal Ulama yang mulia Muhammad Ridha Al Mudzaffar telah menjelaskan dengan baik seperti yang telah dikutip hakekat.com –seperti biasa nasibi ini tidak memahami apa yang ia baca-

Quraish menyebutkan pada halaman 100 tentang sifat imam, yang dinukilnya dari kitab Aqaid Al Imamiyah karya Muhammad Ridha Al Mudzaffar:
Kami percaya bahwa imam, seperti Nabi, haruslah terpelihara dari semua keburukan dan kekejian, yang lahir dan yang batin, sejak usia kanak-kanak sampai dengan kematian, dengan sengaja atau lupa. Dia juga harus terepelihara dari lupa, dan kesalahan karena para imam adalah pemelihara syariat dan pelaksana ajaran agama, keadaan mereka dalam hal tersebut seperti kedaan Nabi. Dalil yagn mengantar kami percaya tentang keterpeliharaan Nabi (dari dosa) dan kesalahan itu jugalah yagn mengantar kami percaya tentang keterpeliharaan pada imam, tanpa perbedaan. (Aqaid Al Imamiyah hal 51)

Alih-alih memahami, hakekat.com dengan keji malah menuduh yang bukan-bukan kepada para Nabi dan Imam, lihatlah baik-baik ia bahkan memasukkan para Nabi dan Imam sebagai manusia pada umumnya yang zalim dan kufur akan nikmat Allah, manakah perkataan yang lebih keji dari ini.

Hakekat.com ini dengan tidak tahu malu telah berkata

Jika kita bandingkan keterangan ini dengan ayat-ayat di atas, sekilas akan terlintas di benak kita sebuah kesimpulan, yaitu bahwa imam bukanlah manusia, karena manusia secara umum bersifat zhalim dan mengkufuri nikmat Allah.

Dari kata-katanya kita dapat melihat bahwa untuk dikatakan sebagai manusia maka seorang imam juga harus bersifat zalim dan kufur akan nikmat Allah, lihat baik-baik saya tidak sedang menuduh yang bukan-bukan karena kata-kata hakekat.com itu sangat jelas dalam tulisannya

Hakekat.com ini dengan angkuh terus berkoar

Ternyata tidak kita temukan di sana dalil dari Al Qur’an dan Sunnah Nabi, tetapi dalil yang dikemukakan adalah dalil akal, yang juga dituliskan dalam nukilan Ust Quraish, yaitu: karena para imam adalah pemelihara syariat dan pelaksana ajaran agama, tetapi kita heran, karena setelah menelaah lagi kitab suci Al Qur’an kita temukan ayat-ayat yang meyatakan bahwa Nabi pernah melakukan hal yang tidak semestinya dilakukan; di antaranya adalah ayat berikut:

Memang sudah sewajarnya kita memaklumi kedunguan hakekat.com, sangat pantas kalau untuk orang sekeji itu yang berani menghina para Imam ahlul bait adalah orang-orang yang tidak berilmu dan tidak berakal. Jika ia tidak mengakui kalau para Nabi adalah maksum maka bagaimana ia bisa yakin kalau ajaran para Nabi itu murni alias terjaga. Kalau ia meyakini para Nabi bisa salah dan lupa maka bagaimana ia bisa menjamin Nabi tidak salah dan tidak lupa ketika menyampaikan ajaran Islam. Sekali lagi tidak sulit untuk orang berakal memahaminya. Mengenai dalil dari Al Quran dan Sunnah, apakah ia tidak pernah membaca

Al Hasyr ayat 7
Apa yang diberikan Rasul kepadamu maka terimalah dia. Dan apa yang dilarangnya bagimu maka tinggalkanlah; dan bertaqwalah kepada Allah. Sesungguhnya Allah sangat keras hukuman-Nya

Bukankah Allah SWT sendiri telah mengatakan bahwa kita harus selalu menerima keputusan Rasul, lha kalau memang Nabi bisa salah maka keputusannya juga bisa salah dong tapi kok Allah SWT menuntut ketaatan mutlak kepada Nabinya. kemudian bukankah seorang muslim harus berpegang teguh kepada Sunnah Rasul, lho kalau Rasul bisa lupa dan salah maka bisa saja Rasul lupa dengan sunnahnya dan salah menyampaikan sunnahnya. Anehnya kita tidak pernah memikirkan hal ini ketika membaca Sunnah Nabi. Sebagai seorang muslim, kita memang harus dituntut percaya dengan Sunnah Rasul dan tidak boleh meragukannya. Saya ingatkan wahai pembaca, berhati-hatilah dengan nasibi hakekat.com ini karena akidahnya sudah meragukan Al Quran dan Sunnah Nabi.

Mari kita lihat ayat-ayat yang dipakai nasibi hakekat.com

Hai Nabi, mengapa kamu mengharamkan apa yang Allah menghalalkannya bagimu; kamu mencari kesenangan hati isteri-isterimu. Dan Allah Maha Pengampun lagi Maha Penyayang. (QS. 66:1)

Memang hakekat.com ini begitu bodohnya dalam memahami ayat Al Quran, apakah ia tidak pernah membaca asbabun nuzul ayat ini. Tidak tahukah ia kalau Ayat ini sebenarnya sedang menyindir istri-istri Nabi yang membuat Nabi mengharamkan sesuatu atas dirinya, silakan pembaca membuka surat At Tahrim dan lihat ayat pertama sampai kelima. Bukankah ayat-ayat ini berkenaan dengan dua orang istri nabi yang bersekongkol karena cemburu agar Nabi tidak melakukan sesuatu demi menyenangkan mereka. Inti kesimpulan ayat-ayat ini jika kita melihat asbabun nuzulnya adalah Allah SWT sedang menegur istri-istri Nabi yang bersekongkol sehingga membuat Nabi mengharamkan sesuatu atas dirinya. Cih payah sekali kalau harus menjelaskan berpanjang-panjang untuk hal seperti ini, cukup kita membaca saja ayat-ayat berikutnya

Semoga Allah mema’afkanmu. Mangapa kamu memberi ijin kepada mereka (untuk tidak pergi berperang), sebelum jelas bagimu orang-orang yang benar (dalam keuzurannya) dan sebelum kamu ketahui orang-orang yang berdusta. (QS. 9:43)

Apakah ayat ini sedang mengatakan kesalahan Nabi, siapapun yang memahami asbabun nuzul ayat ini akan mengetahui kalau Nabi SAW telah bersikap apa adanya. Bukankah ayat ini menceritakan para sahabat Nabi yang tidak pergi berperang kemudian Nabi memaafkan mereka. Tentu Nabi SAW tidak mengetahui dengan pasti alasan para sahabat Nabi tersebut dan untuk itulah Allah SWT telah menurunkan ayat tersebut untuk memberikan kejelasan bahwa diantara para sahabat Nabi yang tidak ikut berperang itu, ada yang memang uzur dan ada pula yang berdusta kepada Nabi.

Tidak patut, bagi seorang Nabi mempunyai tawanan sebelum ia dapat melumpuhkan musuhnya di muka bumi. Kamu menghendaki harta benda duniawiah sedangkan Allah menghendaki (pahala) akhirat (untukmu). Dan Allah Maha Perkasa lagi Maha Bijaksana. (QS. 8:67)

Apa benar ayat ini dimaksudkan untuk mencela Nabi atau menunjukkan kesalahan Nabi. Sekali lagi hakekat.com memang miskin sekali dengan tafsir Al Quran. Tidakkah ia melihat kata-kata yang sepatutnya membuat ia berhati-hati untuk memahami kalau ayat ini ditujukan pada Nabi. Coba lihat kata-kata dalam ayat tersebut yaitu Kamu menghendaki harta benda duniawiah. Wahai para pembaca yang muslim apakah pernah terpikir dalam benak kalian kalau Nabi kita yang mulia adalah orang yang menghendaki harta benda dunawiah? Sungguh sangat tidak pantas kalau kita berpikir yang bukan-bukan begitu terhadap seorang Nabi yang telah dimuliakan Allah SWT. Tetapi si hakekat.com ini dengan mudahnya menisbatkan banyak hal yang tidak pantas kepada Nabi. Camkan wahai orang yang dungu, ayat di atas sedang mencela perilaku para sahabat yang memanfaatkan para tawanan dengan meminta uang tebusan demi menghendaki harta benda duniawiah. Hal inilah yang menyebabkan Allah SWT memberi peringatan kepada Nabi atas perilaku para sahabat yang tidak pantas.

Dengan gayanya yang sok memahami, si pendusta hakekat.com kemudian berkata

Ini jelas bertentangan dengan pernyataan Muzaffar di atas. Bahkan dari pernyataan Muzaffar di atas dapat kita simpulkan bahwa Nabi yang berbuat kesalahan tidak layak mengemban syareat, apakah Nabi tidak layak mengemban syareat? Lalu apakah Allah salah memilih Nabi?

Sepertinya andalah yang salah mensifatkan sesuatu kepada Nabi wahai hakekat.com karena bagi anda seorang Nabi adalah orang yang bisa salah dalam mengemban syariat, naudzubillah

Hakekat.com semakin menjadi-jadi dengan mengatakan bahwa para Nabi juga bisa lupa

Malah bisa kita simpulkan lagi dari pernyataan Muzaffar di atas bahwa syiah meyakini para imam memiliki kelebihan dibanding para Nabi, karena para imam tidak pernah melakukan kesalahan maupun melupakan sesuatu, berbeda dengan para Nabi yang bisa saja lupa, seperti Nabi Musa yang lupa akan ikannya:
Maka tatkala mereka sampai ke pertemuan dua buah laut itu, mereka lalai akan ikannya, lalu ikan itu melompat mengambil jalannya ke laut itu. (QS. 18:61)

Apa pengertian lalai dalam ayat di atas?. Adakah itu kesalahan Nabi Musa. Bukankah disana perkataan lalai tertuju pada mereka. Artinya Nabi Musa pergi bersama seseorang, dan apakah mustahil jika kita beranggapan kalau orang itulah yang ditugasi untuk mengawasi ikan tersebut. Dalam hal ini orang itulah yang lalai akan ikannya, tetapi digunakan kata-kata mereka karena memang mereka berdua yang melakukan perjalanan sambil membawa ikan. Sungguh tidak sulit kita memahami dengan tafsiran yang mensucikan para Nabi. Tetapi sepertinya hal itu mustahil dilakukan oleh orang-orang nasibi seperti hakekat.com

Anehnya hakekat.com yang begitu mustahil untuk memahami ayat-ayat Al Quran mendadak merasa mampu memahami kitab mahzab orang lain. Duhai betapa kebodohan itu sudah terlalu sangat

Mari kita lihat kata-kata orang sok ini

Sementara itu dalam riwayat dari para imam, disebutkan lebih jelas lagi bahwa imam memiliki sifat-sifat yang tidak dimiliki oleh manusia. Dalam kitab Al Kafi jilid 1 hal 258 disebutkan: Bab Para Imam mengetahui Kapan mereka mati, mereka tidak mati kecuali ketika mereka menginginkannya.
Sementara Allah menjelaskan dalam Al Qur’an:
Sesuatu yang bernyawa tidak akan mati melainkan dengan izin Allah, sebagai ketetapan yang telah ditentukan waktunya. (Ali Imran 145)

Cih betapa dungunya, apakah ia benar-benar membaca riwayat dalam bab tersebut. Kalau memang benar sudah membaca maka ia pasti akan bisa memahami kalau kematian para Imam telah ditetapkan oleh Allah SWT dan telah diberitahukan kepada para Imam atas izin Allah SWT dan tidaklah seorang Imam menginginkan kematian kecuali sesuai dengan apa yang Allah SWT tetapkan.

Bab Para Imam mengetahui seluruh ilmu yang diketahui seluruh Malaikat dan Nabi.
Bab Para imam mengetahui segala yang telah terjadi dan apa yang belum terjadi, mengetahui segala sesuatu.
Padahal Allah menceritakan dalam Al Qur’an tentang NabiNya:
Katakanlah: “Aku tidak mengatakan kepadamu, bahwa perbendaharaan Allah ada padaku, dan tidak (pula) aku mengetahui yang ghaib dan tidak (pula) aku mengatakan kepadamu bahwa aku ini malaikat. Aku tidak mengikuti kecuali apa yang telah diwahyukan kepadaku.” Katakanlah: “Apakah sama orang yang buta dengan orang yang melihat.” Maka apakah kamu tidak memikirkan(nya). (QS. 6:50)

Nabi dan Imam mengetahui sesuatu atas izin Allah, kami telah membawakan riwayat tentang ilmu Nabi dan imam ini dalam tulisan kami sebelumnya. Jadi sangat tidak nyambung kalau hakekat.com mengajukan pertanyaan

Lalu mana yang lebih super, Nabi yang tidak tahu hal ghaib atau imam yang mengetahui segala sesuatu?

Ketahuilah wahai orang bodoh, tidak ada yang lebih super karena semua itu terjadi atas kehendak Allah SWT. Baik para Nabi dan Imam mendapat ilmu dari Allah SWT.

Cih tidak puas dengan semua klaim dungunya, hakekat.com menunjukkan kata-kata keji

Para Nabi adalah manusia terbaik, namun imam lebih baik daripada para Nabi ?, karena Nabi masih bisa melakukan kesalahan namun para imam tidak? Atau jangan-jangan para imam bukanlah manusia??!

Bagi Syiah, Nabi dan Imam adalah maksum atau terjaga dari kesalahan karena ini terkait dengan tugas mereka sebagai pengemban syariat Allah SWT. Keterjagaan dari Allah SWT adalah hal yang bersifat niscaya demi menjaga kemurnian syariat Allah SWT. Memang benar Allah SWT lah yang menjaga kemurnian risalahNya dan bentuk penjagaan Allah SWT tersebut adalah dengan mensifatkan kemaksuman kepada para Utusan dan pengemban RisalahNya.

Akhir kata kita katakan bahwa para Imam sebagai washi Rasul adalah manusia yang mulia, manusia yang ditetapkan Allah SWT melalui lisan Rasulnya bahwa mereka para Imam Ahlul Bait adalah pegangan umat islam agar tidak tersesat. Jadi Imam memang manusia, dan hakekat.com yang keji ini memang seorang manusia -yang seperti ia katakan sendiri- adalah selalu berbuat zalim, bermaksiat kepada Allah SWT dan kafir akan nikmat Allah, bukankah begitu harusnya manusia –menurut perkataan hakekat.com-. Lihat saja, hakekat.com memang zalim dan bermaksiat kepada Allah ketika mengatakan dengan keji kalau Imam ahlul bait bukan manusia. Atau akankah hakekat.com menolak untuk dikatakan selalu berbuat zalim, bermaksiat kepada Allah dan kafir akan nikmat Allah, kalau memang begitu maka jangan-jangan pemilik situs hakekat.com bukan manusia.

Menggugat Tulisan “Imam atau Tuhan”

Syiah meyakini adanya dua belas imam yang menjadi washi atau pewaris kenabian. Mereka adalah penjaga syariat Islam dan Hujjah Allah di muka bumi. Bagi Syiah, Imamah adalah masalah yang ushul dan barang siapa yang mendustakan para Imam maka ia seorang pendosa. Seandainya ia telah mengetahui dalil-dalil yang kuat soal Imamah tetapi tetap saja mendustakannya maka ia adalah pembangkang dan seandainya belum sampai ilmu kepadanya tentang imamah maka keadaannya kembali kepada Allah SWT. Bagi Syiah, saudara mereka yang Sunni tetaplah seorang muslim sebagaimana yang telah dikatakan oleh para Imam Ahlul bait.

Hakekat.com dalam tulisannya yang berjudul Imam atau Tuhan? mengatakan hal bodoh sebagai berikut

Sudah tentu penting, karena syiah meyakini bahwa para imam adalah penerus kenabian. Barangkali pembaca bertanya-tanya apakah syiah meyakini bahwa misi kenabian Nabi Muhammad belum selesai sehingga masih diperlukan penerus lagi?

Cih, justru dengan Rasulullah SAW menunjuk washi atau Imam yang menggantikan Beliau maka saat itu pula misi Kenabian selesai dan agama Islam sudah sempurna. Bagi Syiah, syariat Islam dan hadis-hadis Rasulullah SAW dibawa oleh para Imam Ahlul Bait. Hal ini memang tidak pernah diakui oleh salafi nasibi.

Seorang Imam jelas memiliki kelebihan dibanding manusia biasa. Bukankah mereka para Imam adalah pewaris ilmu Rasulullah SAW. Bukankah Rasulullah SAW mengatakan bahwa umat islam harus berpedoman pada Kitab Allah dan Ahlul bait agar tidak tersesat. Bukankah mereka para Imam Ahlul bait adalah orang-orang yang dikatakan Rasul selalu bersama Al Quran dan tidak akan berpisah. Lantas samakah para Imam dengan orang biasa. Ooooh saya baru ingat kalau salafi nasibi seperti hakekat.com tidak pernah mau mengakui hadis tsaqalain yang mewajibkan umat islam berpegang teguh pada Al Quran dan ahlul bait.

Kemudian lagi-lagi kita lihat keangkuhan yang muncul dari kebodohan hakekat.com ketika ia berkata

Lalu mana dalil dari Al Qur’an? Semestinya dalam Al Qur’an telah disebutkan hal di atas, karena imam sama dengan Nabi. Tetapi sampai saat ini saya belum menemukan satu ayat pun yang menerangkan adanya imam yang menjadi penerus para Nabi. Jika dalam Al Qur’an termaktub bahwa Allah mengutus para Nabi, dan memang Allah menjadikan imam sebagai penerus Nabi, mestinya hal itu disebutkan dalam Al Qur’an. Kita lihat Al Qur’an banyak sekali memuat ayat yang memerintahkan kita beriman pada Nabi.

Betapa sombongnya, apakah memang ia telah membaca habis Al Quranul Karim, tidakkah ia mengetahui kalau Allah SWT telah menjadikan imam-imam bagi bani israil, tidakkah ia membaca As Sajdah ayat 23 dan 24

dan Sesungguhnya Kami telah berikan kepada Musa Al-Kitab (Taurat), Maka janganlah kamu (Muhammad) ragu menerima (Al-Quran itu) dan Kami jadikan Al-Kitab (Taurat) itu petunjuk bagi Bani Israil. dan Kami jadikan di antara mereka itu Imam-imam yang memberi petunjuk dengan perintah Kami ketika mereka sabar. dan adalah mereka meyakini ayat-ayat kami.

Para Imam Ahlul Bait memiliki keutamaan yang tinggi, tetapi sayang sekali hal ini hanya diakui oleh Syiah saja sedangkan ahlussunnah tidak mengakui kelebihan para Imam Ahlul Bait. Bukankah hakekat.com sendiri mengatakan

Tidak ada kitab ahlussunnah yang menerangkan kelebihan dua belas imam syiah. Karena tidak ada, terpaksa kita meng”explore” kitab syiah lagi

Tanpa disadari, ia sendiri mengakui kalau ahlussunnah memang meninggalkan ahlul bait dan hanya syiah yang dengan tulus berpedoman pada ahlul bait sampai-sampai hanya Syiah yang mencatat kelebihan para Imam Ahlul bait.

Hakekat.com mengutip riwayat kelebihan Imam ahlul bait dalam al kafi

Riwayat dari kitab Al Kafi jilid 1 hal 192, dari Abu Ja’far mengatakan: Kami adalah wali perintah Allah, kami adalah pembawa ilmu Allah dan penyimpan wahyu Allah.

Riwayat ini memang benar, tetapi seperti biasa si dungu hakekat.com lagi-lagi tidak bisa memahami maksudnya. Sehingga lucunya, ia melaju terus dengan tafsiran dungu yang mungkin hanya ia sendiri yang memahami seperti itu, lihat tafsiran versi hakekat.com berikut

Sepertinya Allah dianggap memerlukan para imam untuk menyimpan ilmuNya, jadi harus “dititipkan” pada para imam syiah. Para imam menyimpan ilmu Allah berarti para imam mengetahui segala sesuatu tanpa batas. Karena ilmu Allah tidak ada batasannya. Bahkan dalam Al Qur’an ilmu Allah sebegitu luas sehingga jika ditulis dengan tinta sebanyak tujuh lautan masih kurang. Sebegitulah ilmu para imam. Ini jelas menyamakan antara imam dengan Allah, karena ilmu Allah dianggap sama dengan ilmu para imam. Lalu bagaimana dengan para Nabi?

Kasihan, kasihan. Ilmu Allah memang tidak terbatas dan adalah kehendak Allah untuk memberikan ilmu kepada siapapun yang ia kehendaki. Bukankah para Nabi adalah pengemban risalah, utusan Allah yang menyampaikan perintah dan larangan Allah, menyampaikan kabar-kabar ghaib, menyampaikan firman-firman Allah SWT. Apakah itu semua bukan ilmu Allah SWT? Dan apakah dengan ini sang Rasul tidak layak kita sebut sebagai wali Allah, pembawa Ilmu Allah dan penyimpan wahyu Allah?. Bukankah Rasul SAW sendiri telah menjadikan para Imam Ahlul bait sebagai pedoman umat islam selepas beliau agar umat islam tidak tersesat. Jadi apa yang patut diherankan jika para Imam juga disebut sebagai wali Allah, pembawa Ilmu Allah dan penyimpan wahyu Allah.

Mengenai perkataan si dungu hakekat.com bahwa riwayat tersebut telah menyamakan ilmu imam dengan ilmu Allah yang tanpa batas, maka saya katakan bahwa ucapan ini adalah kedustaan yang muncul karena kebodohan. Tidakkah ia membaca riwayat-riwayat dalam ushul al kafi bab 44 berikut

Ali bin Muhammad dan Muhammad bin al-Hasan, daripada Sal bin Ziyad, daripada Muhammad bin al-Hasan bin Syammun, daripada Abdullah bin ‘Abd al-rahman, daripada Abdullah bin al-Qasim, daripada Sama‘ah, daripada Abu Abdillah a.s telah berkata: Sesungguhnya Allah mempunyai dua (jenis) ilmu: Satu ilmu yang Dia telah menzahirkannya kepada para malaikat-Nya, para nabi-Nya, apa yang Dia telah menzahirkan kepada para malaikat-Nya, para rasul-Nya dan para nabi-Nya kami telah mengetahuinya. Dan satu ilmu lagi ialah khusus untuknya. Apabila Allah menzahirkan sesuatu daripadanya (badaa llahu fi syai’in min-hu), Dia memberitahunya kepada kami (a‘lama-na dhalika) dan Dia telah membentangkannya kepada para imam sebelum kami.

Beberapa orang sahabat kami, daripada Ahmad bin Muhammad, daripada al-Husain bin Sa‘id, daripada al-Qasim bin Muhammad, daripada Ali bin Abi Hamzah, daripada Abu Basir, daripada Abu Abdillah a.s telah berkata: Sesungguhnya Allah mempunyai dua (jenis) ilmu: Satu ilmu yang Dia tidak membenarkan seorang pun daripada makhluk-Nya mengetahuinya dan satu ilmu lagi Dia telah meninggalkannya kepada para malaikatnya dan para rasul-Nya. Dan apa yang Dia telah meninggalkannya (nabadha-hu) kepada para malaikat-Nya dan para rasul-Nya, maka ia berakhir kepada kami.

Ali bin Ibrahim, daripada Salih bin al-Sanadi, daripada Ja‘far bin Basyir, daripada Dhuraisy berkata: Aku telah mendengar Abu Ja‘far a.s telah berkata: Sesungguhnya Allah mempunyai dua (jenis) ilmu: Satu ilmu yang diberikan secara bebas (‘ilm mabdhul) dan satu ilmu lagi ditahan, tidak diberikan kepada sesiapapun (‘ilm makfuf). Adapun ilmu yang diberikan secara bebas (al-Mabdhul), tiada suatupun (ilmu) yang diketahui oleh para malaikat dan para rasul melainkan kami juga mengetahuinya. Adapun ilmu yang ditahan, tidak diberikan kepada sesiapapun (al-Makfuf), maka ia ada di sisi Allah a.w pada Umm al-Kitab, apabila ia keluar, akan dilaksanakannya.

Abu Ali al-Asy‘ari, daripada Muhammad bin ‘Abd al-Jabbar, daripada Muhammad bin Isma‘il, daripada Ali bin al-Nu‘man, daripada Suwaid al-Qala, daripada Abu Ayyub, daripada Abu Basir, daripada Abu Ja‘far a.s telah berkata: Sesungguhnya Allah mempunyai dua (jenis) ilmu: Ilmu yang tidak diketahui selain daripadaNya dan ilmu yang Dia telah mengajarnya kepada para malaikat-Nya dan para rasul-Nya. Apa yang Dia telah mengajar kepada para malaikat-Nya dan para rasul-Nya, maka kami mengetahuinya”.

Adakah semua riwayat itu menyamakan ilmu Allah dan ilmu imam. Cih, jangan sok pintar wahai pendusta –hakekat.com-, kalau memang dirimu tidak ada ilmunya maka tidak perlu menghujat sana sini.

Hakekat.com ini juga mempermasalahkan kalau para Imam bisa mengetahui hal-hal yang ghaib dan mengatakan bahwa itu berarti menyamakan ilmu imam dengan ilmu Allah. Duhai, betapa naifnya. Memang segala hal yang ghaib adalah ilmu Allah SWT tetapi Allah SWT juga bisa memberikan kepada siapapun yang ia kehendaki. Bukankah Allah SWT mengatakan dalam Al Quran kalau para Rasul yang diridhaiNya juga mengetahui hal-hal ghaib

(dia adalah Tuhan) yang mengetahui yang ghaib, Maka Dia tidak memperlihatkan kepada seorangpun tentang yang ghaib itu kecuali kepada Rasul yang diridhai-Nya, Maka Sesungguhnya Dia Mengadakan penjaga-penjaga (malaikat) di muka dan di belakangnya. (Al Jin ayat 26-27)

Begitu pula dengan para Imam, mereka tidak akan mengetahui yang ghaib kecuali atas izin Allah SWT. Lihat dalam kitab Ushul Al Kafi bab 45

Ahmad bin Muhammad, daripada Muhammad bin al-Hasan, daripada ‘Abbad bin Sulaiman, daripada Muhammad bin Sulaiman daripada bapanya, daripada Sudair berkata: Aku, Abu Basir, Yahya al-Bazzaz dan Daud bin Kathir telah berada pada majlis Abu Abdillah a.s, tiba-tiba beliau a.s telah keluar di dalam keadaan marah. Manakala beliau a.s telah mengambil tempatnya, beliau a.s telah berkata: Alangkah anehnya beberepa kumpulan menyangka bahawa kami mengetahui perkara yang ghaib, hanya Allah sahaja yang mengetahui perkara ghaib.

Kemudian juga riwayat berikut dalam bab yang sama

Ahmad bin Muhammad, daripada Muhammad bin al-Hasan, daripada Ahmad bin al-Hasan bin Ali, daripada ‘Umru bin Sa‘id, daripada Musaddiq bin Sadaqah, daripada ‘Ammar al-Sabiti berkata: Aku telah bertanya Abu Abdillah a.s tentang imam? Adakah imam mengetahui perkara ghaib? Beliau a.s telah berkata: Tidak, tetapi apabila ia mahu mengetahui sesuatu, maka Allah memberitahunya kepadanya.

Semua riwayat ini sudah cukup untuk menyingkirkan riwayat-riwayat ghuluw yang sering dikutip dan disalah artikan oleh para pendusta sejenis hakekat.com

Kita tutup tulisan ini dengan serangan mematikan kepada hakekat.com. Ia dengan polosnya mengutip ayat Al Quran mengenai sahabat Nabi yang memberikan baiat di bawah pohon

Sesungguhnya Allah telah ridha terhadap orang-orang mu’min ketika mereka berjanji setia kepadamu di bawah pohon, maka Allah mengetahui apa yang ada di dalam hati mereka lalu menurunkan ketenangan atas mereka dan memberi balasan kepada mereka dengan kemenangan yang dekat (waktunya). (QS. 48:18)

Kemudian ia berkata mengenai mereka yang memberikan baiat di bawah pohon

Dengan keridhaan Allah ini cukuplah kebanggaan bagi mereka, cukuplah alasan bagi kita untuk mencintai mereka, sebagai konsekwensi kecintaan kita kepada Allah. Tidak ada alasan bagi siapa pun untuk membenci mereka yang dicintai Allah. Tidak ada alasan bagi anda untuk membenci mereka, jikalau anda masih beriman pada ayat di atas.

Cih, tidak perlu sok wahai hakekat.com. tidak tahukah anda kalau ternyata salafi nasibi -termasuk anda sendiri- telah mencela dan membenci sahabat yang memberikan baiat di bawah pohon. Hanya saja ahlussunnah dengan licik menutup-nutupinya. Tidak tahukah anda bahwa beberapa sahabat yang memberikan baiat di bawah pohon juga ikut mengepung sampai membunuh usman bin affan dan dengan lucunya salafi nasibi mengatakan kalau yang mengepung dan membunuh usman adalah orang munafik pengikut abdullah bin saba’-orang fiktif yang tidak pernah ada-. Kalau salafi nasibi membenci dan melaknat para pembunuh usman maka mereka sudah membenci dan melaknat sahabat yang telah ikut memberikan baiat di bawah pohon. Naudzubillah

Studi Kritis Imam Maksum Bermuka Masam

Nabi Muhammad SAW adalah seorang Nabi yang diutus Allah SWT untuk seluruh umat manusia. Tidak memandang siapapun manusianya baik kaya atau miskin, terhormat atau tidak, terpandang atau tidak, cacat atau tidak, buta ataupun tidak, semuanya adalah manusia yang untuk merekalah diutus Nabi Muhammad SAW. Sehingga tak terbayangkan oleh kita jika seorang Nabi yang dijaga oleh Allah SWT, seorang Nabi yang merupakan suri tauladan umat manusia, seorang Nabi yang dipuji akhlaknya oleh Allah SWT, seorang Nabi yang sangat menyayangi umatnya tiba-tiba dikatakan telah bermuka masam kepada seorang buta yang mau belajar agama kepadanya. Adakah yang salah dengan si buta sehingga Nabi bermuka masam padanya?. Salahkah jika seorang buta ingin belajar agama kepada sang Nabi?. Tidak, tidak, sungguh tidak salah, oleh karena itu sudah selayaknya kita meragukan tuduhan-tuduhan yang mengatakan kalau Nabi bermuka masam.

Syiah dengan akidahnya yang meyakini kemaksuman Nabi SAW telah berusaha mensucikan pribadi yang mulia ini dari sikap-sikap yang menodai kesucian dan kemaksumannya. Bagi syiah, seorang Nabi tidak mungkin bermuka masam terhadap sesuatu yang baik. Nabi tidak akan bermuka masam terhadap orang yang mau belajar agama kepadanya, Nabi tentu akan menyambut dengan penuh keramahan dan kasih sayang orang yang bersemangat untuk mendengarkan risalah Tuhan walaupun ia seorang buta. Tidakkah kita ingat ayat Al Quran yang mengatakan kalau Rasulullah SAW sangat penyayang kepada orang mukmin

Sesungguhnya telah datang kepadamu seorang rasul dari kaummu sendiri, yang berat memikirkan penderitaanmu, sangat menginginkan kamu (beriman dan selamat), amat belas kasihan lagi penyayang terhadap orang-orang mu’min” [At-Taubah : 128]

Tidakkah kita membaca ayat

Dengan sebab rahmat Allah kamu berlaku lemah-lembut terhadap mereka. Sekiranya kamu bersikap keras lagi berhati kasar, tentu mereka menjauh dari sekelilingmu” [Ali Imran : 159]

bukankah ini cermin akhlak agung Rasulullah yang disebutkan Allah

Sungguh, kamu mempunyai akhlak yang agung” [Al-Qalam : 4]

Aneh sekali, ternyata sikap baik Syiah ini justru mendapat hujatan dari mereka yang mengaku ahlussunnah yaitu salafi nasibi. Memang salafi nasibi ini selalu menampakkan kebencian atas kebaikan-kebaikan yang dilakukan oleh Syiah. Kita lihat contoh kebencian mereka ini adalah tulisan si pendusta hakekat.com yang berjudul Imam maksum juga bermuka masam. Orang yang dangkal pikirannya ini mengutip riwayat yang menunjukkan kalau Imam Ali juga bermuka masam. Riwayat yang mustahil dipahaminya dengan baik karena tingkat kecerdasannya yang memang jauh di bawah rata-rata.

Mari kita perhatikan, riwayat yang dikutip oleh hakekat.com

Tetapi sayangnya perilaku buruk itu dilakukan juga oleh salah satu imam syiah yang konon maksum, yaitu Ali bin Abi Thalib. Saat itu Ali memanggil Ashim’ bin Ziyad, yang meninggalkan kehidupan dunia dan mengurung diri:
Ashim datang, Ali pun bermuka masam melihatnya, dan berkata: Apakah kamu tidak malu pada keluargamu? Apa kamu tidak kasihan pada anakmu…
Nahjul Balaghah Khutbah 167
Tafsir Nur Ats Tsaqalain jilid 5 hal 189
Wasa’il Syiah jilid 5 Bab Dibenci bagi orang yang berkeluarga untuk berpakaian kasar dan mengasingkan diri dari kehidupan dunia.
Majma’ul Bayan jilid 5 hal 88
Thaharatul Maulid 261 – 267

Riwayat ini menunjukkan kalau Imam Ali bermuka masam kepada Ashim bin Ziyad karena tingkah lakunya yang meninggalkan kehidupan dunia dan mengurung diri bahkan menelantarkan keluarganya. Tidak diragukan lagi kalau perilaku yang ditunjukkan Ashim bin Ziyad adalah perilaku yang tidak baik dalam pandangan Islam. Islam tidak pernah menganjurkan pemeluknya untuk meninggalkan kehidupan dunia dan mengurung diri sampai menelantarkan keluarga bahkan sebaliknya islam menganjurkan pemeluknya untuk aktif dalam kehidupan dunia dan menerapkan semua syariat Islam dalam setiap aktivitas dunia yang dijalani. Oleh karena itulah Imam Ali tidak senang dan bermuka masam terhadap perilaku Ashim bin Ziyad yang tidak baik itu. Disini menunjukkan sikap mulia imam Ali yang prihatin dan peduli terhadap Ashim sehingga Imam menasehatinya agar kembali ke jalan yang benar.

Begitulah, mudah sekali untuk memahami bahwa Imam yang bermuka masam kepada Ashim adalah tindakan yang layak dan benar karena merupakan akhlak terpuji sang Imam untuk tidak senang terhadap perilaku yang tidak baik dan kezaliman. Celakanya, orang yang dungu seperti hakekat.com tidak mampu mengerti dengan baik riwayat yang ia bawa. Dengan seenaknya ia mengatakan kalau perilaku Imam Ali itu adalah perilaku yang buruk, memang selicik apapun disembunyikan mental nasibinya kelihatan juga.

Dengan gaya sok pintar, hakekat.com mengajukan pertanyaan bodoh

Lalu mengapa Nabi mustahil untuk bermuka masam dan Ali boleh melakukannya? Jika Nabi tidak layak untuk bermuka masam maka demikian dengan Ali.

Cih betapa memalukannya jika orang yang tampak jelas kebodohannya tiba-tiba bertanya dengan gaya sok pintar. Tidakkah ia mengetahui permasalahannya dengan baik. Apakah sekedar bermuka masam tanpa tahu sebabnya maka kita dapat menentukan perilaku itu baik atau tidak?. Yang manakah yang lebih berat bermuka masam atau marah?. Apakah Nabi tidak pernah marah? Apakah Nabi tersenyum-senyum jika Beliau melihat kemungkaran yang dilakukan dihadapannya? Apakah seorang maksum tidak boleh menunjukkan rasa tidak suka, bermuka masam dan marah terhadap sesuatu yang tidak baik?. Cih pahami dulu wahai orang dungu, kedua kasus yang anda -hakekat.com- bandingkan memiliki esensi yang berbeda. Nabi mustahil bermuka masam terhadap orang yang mau belajar agama kepadanya, Nabi sudah pasti menyambut si buta dengan penuh keramahan karena memang untuk itulah Nabi diutus. Sedangkan dalam riwayat yang dikutip anda -hakekat.com-, Imam Ali bermuka masam terhadap Ashim yang perilakunya tidak baik yaitu meninggalkan kehidupan dunia dan mengurung diri sampai menelantarkan keluarganya. Bukankah sikap Ashim ini adalah suatu bentuk kezaliman maka oleh karena itu Imam Ali menunjukkan raut muka tidak senang, memang sangat pantas seorang Imam bermuka masam terhadap kezaliman.

Sepertinya pembaca lebih beruntung untuk melihat betapa hakekat.com tidak memiliki kecerdasan yang cukup bahkan untuk memahami satu riwayat yang ia baca. Tetapi tidakkah anda para pembaca prihatin, ternyata kedunguan hakekat.com diiringi pula dengan kesombongan

Sepertinya pembaca lebih beruntung, karena kita berkesempatan menelaah isi kitab syiah lebih banyak dari penulis kitab sejarah Nabi di atas – Ja’far Murtadha- yang menulis 10 jilid tentang sejarah Nabi. Begitulah ulama syiah, belum banyak menelaah sudah sok menulis buku.

Ulama yang mulia, Ja’far Murtadha tidak memerlukan pembelaan dari perkataan seorang yang dungu dan sombong seperti hakekat.com. Sungguh tidak tahu malu ia berani mengkritik seorang ulama sekaliber Ja’far Murtadha padahal ia sendiri perlu dikoreksi pikirannya. Memahami satu riwayat yang ia tulis saja ia tidak mampu apalagi mengkritik ulama. Sungguh kasihan