Hakekat.com Situs Pendusta dan Kedunguannya Tentang Sejarah

Hakekat.com situs yang dibangga-banggakan oleh para Nashibi tidak lebih dari seorang pendusta lagi dungu. Betapa tidak, orang ini berbicara dengan gaya sok seolah-olah ia paling tahu paling mengerti soal mahzab syiah padahal hakekatnya ia tidak lebih seorang pendusta. Mungkin para pembaca yang awam mudah sekali terkesima dengan bualan-bualannya tetapi perhatikanlah baik-baik wahai pembaca jika anda semua menyediakan waktu sedikit saja untuk membaca kitab-kitab asli mahzab Syiah Ahlul Bait maka anda akan mengetahui hakekat dusta dari situs hakekat.com tetapi sungguh sayang seribu kali sayang masih saja ada orang bodoh yang mau mengenal Syiah dari situs nashibi hakekat.com.

Ternyata dan ternyata tong kosong nyaring bunyinya, hakekat.com mengaku sok pintar dengan rumah orang lain tapi ia buta akan rumahnya sendiri. Cih sungguh tak tahu malu dan hakekat.com tak pernah menyadari akan kebodohannya. Para pembaca yang terhormat maka perhatikanlah bukti jelas yang akan satria sampaikan, bukti kalau hakekat.com berdusta atas nama sejarah bukti kalau hakekat.com tidak memiliki keilmuan yang mapan bahkan tentang sumber mahzabnya sendiri dan orang seperti itu sungguh tidak layak berbicara mahzab orang lain. Lihatlah apa yang ia tulis dalam salah satu tulisannya

dusta hakekat.com

hakekat.com berdusta

Baca dan baca maka ternyata ia seorang pendusta, hakekat.com dengan gaya angkuh berkata “sejarah tidak pernah mencatat adanya upaya dari Abbas paman Nabi utnuk menuntut harta warisan seperti yang dilakukan Fatimah”. Pemilik situs hakekat.com ternyata tidak pernah membaca kitab sejarah, ia juga tidak pernah membaca kitab-kitab hadis. Huh apa hakekat.com tidak pernah membaca kitab yang katanya paling shahih setelah Al Quran yaitu Shahih Bukhari?. Ternyata tidak, buktinya Upaya Abbas menuntut harta warisan Fadak tercantum dengan jelas dalam Shahih Bukhari, sungguh tak disangka kitab tershahih malah didustakan oleh hakekat.com. Kalau para pembaca yang awam tidak percaya maka silakan lihat Shahih Bukhari yang satria kutip dari situs ummulhadits.org

KIsah Fadak Shahih Bukhari

KIsah Fadak Shahih Bukhari

Shahih Bukhari [kitab kebanggaan hakekat.com] adalah sebaik-baik bukti yang menunjukkan kedustaan hakekat.com. Cih kalau kitab panutannya sendiri berani ia dustakan apalagi kitab mahzab Syiah yang sangat ia benci. Maka sungguh patut kita bertanya-tanya Dimana letak kejujuran ilmiah tulisan-tulisan hakekat.com. Beginilah akibatnya jika menurutkan hawa nafsu semata, hatinya yang penuh kebencian terhadap Syiah dan Ahlul Bait telah membutakan akalnya. Apakah kitab Shahih Bukhari itu sukar didapat? sungguh mustahil diterima akal kalau hakekat.com mengaku membaca kitab-kitab Syiah [yang menurut hakekat.com susah dijangkau atau diakses oleh orang awam] padahal untuk kitab Shahih Bukhari yang beredar luas dan sangat mudah dijangkau ternyata hakekat.com tidak mampu untuk sekedar membacanya. Mahzab apa yang dianut oleh pemilik situs hakekat.com?. Kitab apa yang sebenarnya menjadi pegangan hakekat.com, Kalau Shahih Bukhari kitab pegangan kaum Sunni tidak menjadi pegangan hakekat.com lantas mahzab apakah hakekat.com?. Beginilah pembaca akhlak situs pendusta dan nashibi Hakekat.com. Apa faedah dari bukti nyata yang satria paparkan?. Pikirkanlah wahai pembaca yang budiman, jika hakekat.com dengan mudah  dan tidak segan-segan mendustakan Kitab Shahih Bukhari yang menjadi pegangan mahzabnya maka akan sangat mudah sekali bagi hakekat.com untuk berdusta atas nama kitab-kitab Mahzab Syiah [yang tentu sangat dibenci hakekat.com]. Camkanlah dan mari kita sama-sama berdoa semoga penyakit hakekat.com ini tidak menjangkiti kita semua.

Siapa Bersama Nabi Saat Hijrah?

Sebagian salafy nashibi hari ini meyakini kalau dusta dihalalkan jika dilakukan demi menyerang mahzab Ahlul Bait. Tidak lain dan tidak bukan sifat buruk ini didasari kebencian yang mendalam dengan Ahlul Bait dan pengikutnya. Inilah sifat asli hakekat.com nashibi sejati, dengan dalih mencintai Abu bakar ia berdusta atas nama Syiah. Apakah benar hakekat cintanya pada Abu bakar atau tersembunyi kebencian yang terselubung? Simak baik-baik makalah ini.

Cinta memang membuat mata jadi buta, membuat telinga jadi tuli, membuat hati jadi bebal, membuat pikiran berhenti bekerja. Akhirnya cinta menguasai diri dan membuat tak sadar diri, berjalan tanpa arah. Begitulah hakekat.com yang katanya mencintai Abu bakar, tapi cinta itu berubah menjadi pembelaan membabi-buta tersesat tanpa arah. Keinginannya untuk memuja-muja Abu bakar tidak terpuaskan oleh literature kitab pegangannya sehingga perlu baginya untuk mencari-cari di kitab Syiah. Cih betapa dungunya, ketika ia tidak menemukan secuilpun keutamaan Abu bakar dalam literature Syiah maka ia membuat kepalsuan untuk memenuhi nafsunya.

Begitu juga benci, bisa membuat mata jadi buta, membuat telinga jadi tuli, membuat hati jadi bebal, membuat orang tidak lagi mau berpikir dengan akalnya yang sehat. Kadang orang yang ditutupi oleh rasa benci kita katakan sebagai tidak punya akal. Sebenarnya dia punya akal, hanya saja akalnya sedang tidak digunakan. Begitulah hakekat.com kebenciannya yang selangit kepada Ahlul bait membuatnya tidak rela kalau nama Ahlul bait membumbung tinggi. Nafsu telah menguasai jalan pikirannya untuk mengangkat tinggi orang pujaannya demi menutupi ketinggian Ahlul bait.

Huh betapa dungunya orang yang merasa sok tahu akan rumah orang tetapi tidak tahu hakikat rumah sendiri. Hakekat.com seharusnya belajar banyak membaca kitab literaturnya sendiri sebelum membaca literature orang lain, bodohnya ternyata hakekat.com tidak tahu kalau kalau kitab literaturnya sendiri telah merendahkan Abu bakar tokoh pujaan hatinya.

Hakekat.com nashibi salafi sangat membenci Imam Ali [alaihissalam], karena ia tidak rela dengan keutamaan Imam Ali yang lebih tinggi jauh di atas pujaan hatinya abu bakar. Kebencian ini merupakan implikasi dari mahzab nasibi yang dianutnya. Abubakar sebagai khalifah setelah Nabi wafat, maka menurutnya wajar jika abu bakar harus paling utama, karena dia lah yang menduduki kursi menggantikan Nabi sebagai orang paling mulia. Tetapi betapa terkejutnya ia ketika mengetahui justru Imam Ali merupakan Ahlul bait dengan keutamaan yang tinggi melebihi Abu bakar dan betapa shock dirinya ketika mengetahui abu bakar hanyalah seorang perampas kekhalifahan. Nafsu telah menguasai akalnya, ia menjadi kalap dan benci dengan mereka yang tidak mengakui tokoh pujaannya hingga akhirnya kebencian itu membuat matanya buta, membuat telinganya tidak lagi mampu mendengar nasehat, membuat otaknya tidak lagi digunakan untuk berpikir, atau barangkali seperti dalam istilah komputer, hang.

Pikiran error membuat mata jadi error juga atau sebenarnya hatinya ikut-ikutan error. Ketika hakekat.com menafsirkan surat At Taubah

Jikalau tidak menolongnya (Muhammad) maka sesungguhnya Allah telah menolongnya (yaitu) ketika orang-orang kafir (musyrikin Mekah) mengeluarkannya (dari Mekah) sedang dia salah seseorang dari dua orang ketika keduanya berada dalam gua, diwaktu dia berkata kepada temannya:”Janganlah berduka cita, sesungguhya Allah bersama kita”. Maka Allah menurunkan ketenangan kepada (Muhammad) dan membantunya dengan tentara yang kamu tidak melihatnya, dan Allah menjadikan seruan orang-orang kafir itulah yang rendah. Dan kalimat Allah itulah yang tinggi. Allah Maha Perkasa lagi Maha Bijaksana. (QS. 9:40).

Hakekat.com yang sedang error membual

Tak disangka dan tak dirkira, ternyata peristiwa hijrah Nabi beserta Abubakar tercantum dalam kitab-kitab syi’ah sendiri. Tetapi karena hati mereka dibakar emosi dan rasa benci, yang jika tidak dilampiaskan bisa berakibat buruk –kira-kira begitu kata ahli jiwa-, akhirnya mereka sibuk melampiaskan kebencian mereka pada Abubakar, hingga tidak sempat membaca kitab-kitab mereka sendiri.

Cih maling teriak maling, padahal diri sendiri yang penuh kebencian malah balik menuduh orang lain. huh dengan sombong ia mengatakan kalau syiah tidak membaca kitab mereka sendiri. Alangkah naïf, kalau bukan kami yang membaca lalu siapa? Nashibi seperti hakekat.com, sungguh mustahil karena nashibi tidak akan tahan membaca nama-nama Ahlul bait yang mulia. Hakekat.com tidak lebih seorang pendusta sok. Ia mengaku membaca kitab Syiah tetapi faktanya banyak sekali bukti kalau ia salah membaca, tidak membaca dengan benar atau benar-benar tidak membaca.

Mari pembaca yang terhormat kita lihat kepalsuan hakekat.com mengutip Tafsir Imam Hasan Al Askari hal 467-468 , yang menceritakan peristiwa hijrah, setelah Nabi meminta Ali untuk tidur di tempat tidurnya, Nabi berkata pada Abubakar:

ثم قال رسول الله صلى الله عليه وآله لابى بكر : أرضيت أن تكون معي يا أبابكر تطلب كما اطلب ، وتعرف بأنك أنت الذي تحملني على ماأدعيه ، فتحمل عني أنواع العذاب ؟ قال أبوبكر : يا رسول الله أما أنا لو عشت عمر الدنيا أعذب في جميعها أشد عذاب لا ينزل علي موت مريح ، ولا فرج متيح وكان في ذلك محبتك لكان ذلك أحب إلي من أن أتنعم فيها وأنا مالك لجميع ممالك ملوكها في مخالفتك ، وهل أنا ومالي وولدي إلا فداؤك ؟ فقال رسول الله صلى الله عليه وآله : لا جرم إن اطلع الله على قلبك ووجد ما فيه موافقا لما جرى على لسانك ، جعلك مني بمنزلة السمع والبصر والرأس من الجسد ، وبمنزلة الروح من البدن ، كعلي الذي هو مني كذلك ، وعلي فوق ذلك لزيادة فضائله وشريف خصاله . يا أبابكر إن من عاهد الله ثم لم ينكث ولم يغير ، ولم يبدل ولم يحسد من قد أبانه الله بالتفضيل فهو معنا في الرفيق الاعلى ، وإذا أنت مضيت على طريقة يحبها منك ربك ، ولم تتبعها بما يسخطه ، ووافيته بها إذا بعثك بين يديه ، كنت لولاية الله مستحقا ، ولمرافقتنا في تلك الجنان مستوجبا .

Kemudian Rasulullah [Shalallahu alaihi wa aalihi wassalam] berkata kepada Abubakar : “Apakah engkau rela menyeru sebagaimana aku menyeru, berdakwah sebagaimana aku, dan menahan siksaan sebagaimana aku ?”. Abubakar berkata : “Wahai Rasulullah, jika aku hidup seumur dunia dan tersiksa dengan pedih, dimana tidak ada kematian  dan tidak pula ada kesenangan, jika semua itu karena mencintai anda, maka hal itu lebih aku sukai daripada hidup dalam kenikmatan dan menjadi penguasa bagi semua kerajaan dan menentangmu. diriku, hartaku, dan anak-anakku menjadi tebusan bagi anda”. Rasulullah [Shalallahu alaihi wa aalihi wassalam] berkata kepadanya : “Tidak diragukan bahwa Allah mengetahui hatimu yang sesuai dengan lisanmu. Kedudukanmu di sisiku bagaikan kedudukan telinga, mata dan kepala bagi tubuh, dan bagaikan kedudukan nyawa atas badan. Demikian pula Ali memiliki kedudukan seperti itu di sisiku, bahkan lebih dari itu dengan kelebihan keutamaannya dan kemuliaannya. Wahai Abubakar, jika seseorang telah berjanji kepada Allah, kemudian ia tidak melanggar dan merusaknya, tidak mengubah dan tidak hasad kepada orang yang telah Allah tetapkan keutamaannya, maka akan bersama kami dalam kedudukan tertinggi. Jika kau melewati jalan yang Allah inginkan, dan tidak mengikuti apa-apa yang Allah benci, dan setia atas keputusan-Nya, maka kau berhak berada dalam wilayah Allah dan berada di Syurga bersama kami”

Perhatikanlah wahai pembaca yang budiman, hakekat.com tidak menulis secara sempurna apa tepatnya yang dikatakan Rasulullah [Shalallahu alaihi wa aalihi wassalam] kepada Abu bakar. Hakekat.com pendusta ini hanya mengutip apa yang sesuai nafsunya semata tetapi meninggalkan apa yang tidak disukainya. Tulisan yang satria cetak tebal tidak secuilpun ditulis hakekat.com si pendusta.

Jelas sudah, Nabi meminta Ali untuk tidur di kamarnya, dan mengajak Abubakar untuk berangkat hijrah. Saat mengajak, Nabi tak lupa menjelaskan konsekuensi menemani Nabi berhijrah, yaitu ikut dicari-cari oleh musuh, terancam disiksa oleh musuh dengan siksa yang pedih. Ternyata Abubakar mengaku kalau ia siap, siap mengorbankan diri, keluarga dan hartanya demi kecintaan pada Rasulullah. Abubakar siap disiksa seumur hidup demi kecintaan pada Rasul. Siap hidup menderita demi cintanya. Begitulah pengakuannya tetapi pengakuan hanyalah pengakuan.

Kemudian Rasulullah menerima wahyu dari Allah, bahwa Allah menetapkan kemuliaan yang sangat tinggi kepada Imam Ali [alaihis salam]. Di sini Allah juga mengingatkan Rasul SAW untuk menyampaikan kepada Abubakar agar ia tidak mengingkari atau melanggar janjinya karena hasad atau tidak senang kepada orang yang Allah tetapkan keutamaannya. Disinilah Abu bakar dikatakan jika ia setia terhadap semua keputusan Allah SWT nantinya maka ia akan bersama Rasulullah [Shalallahu alaihi wa aalihi wassalam] di surga.

Sungguh manusia memang mudah tergoda, begitulah pada akhirnya Abu bakar mengingkari janjinya, ia tidak setia akan keputusan Allah SWT yang menetapkan Imam Ali [alaihis salam] sebagai pengganti Rasulullah [Shalallahu alaihi wa aalihi wassalam]. Perhatikanlah wahai pembaca, tepat setelah Rasulullah mengatakan tentang Abu bakar, Beliau memuji Imam Ali dimana Imam Ali memiliki kedudukan yang lebih tinggi dari Abu bakar karena keutamaannya dan Imam Ali lah yang diisyaratkan oleh Rasulullah sebagai orang yang ditetapkan oleh Allah SWT keutamaannya, Disini Rasulullah mengingatkan Abu bakar agar tidak hasad kepada orang yang telah Allah tetapkan keutamaannya [yaitu Imam Ali].

Hakekat.com mengatakan

Di sini kita merasa heran, orang yang dibenci oleh syi’ah hari ini ternyata dicintai oleh Allah. Lalu siapa yang benar? Syi’ah atau Allah?

Disini kita merasa heran, jika memang hakekat.com mengaku membaca kitab Tafsir Imam Hasan Al Askari [alaihissalam] lantas bagaimana bisa ia tidak membaca kata-kata Rasulullah [Shalallahu alaihi wa aalihi wassalam] selanjutnya yang menunjukkan bahwa pada saat itu orang yang Allah tetapkan keutamaannya adalah Imam Ali [alaihissalam]  sedangkan untuk Abu bakar Allah memberikan peringatan agar tidak mengingkari janji setia kepada Rasulullah dan tidak hasad terhadap orang yang Allah tetapkan keutamaannya.

Ini menimbulkan satu pertanyaan besar, mungkinkah hakekat.com membaca langsung kitab-kitab Syiah? Jika memang begitu maka sudah pasti ia mengetahui apa yang satria tulis, Disini hanya ada dua kemungkinan, ia hanya mengutip kitab guru nashibinya yang suka merendahkan syiah dan membuat kebohongan atas nama syiah atau ia membaca tetapi pura-pura tidak tahu dan sengaja menyelewengkan fakta agar para pembacanya yang awam terkelabui. Memang teman-teman nashibinya sudah pasti kegirangan melihat tulisan yang merendahkan pengikut ahlul bait, mereka tidak peduli tulisan itu benar atau tidak. Huh memang makhluk nashibi seperti mereka ini benar-benar tidak pantas mengaku sebagai pengikut Rasulullah[Shalallahu alaihi  wa aalihi wassalam]

Mengapa hakekat.com tidak tahu bahwa orang yang ditetapkan keutamaannya saat itu adalah Imam Ali [alaihissalam]. Mengapa ia tidak mengutip pujian untuk Imam Ali [alaihissalam] yang tepat berada pada lanjutan kutipannya? Oh ya bukankah kita sudah tahu kalau hakekat.com ini membenci Imam Ali [alaihissalam] jadi wajar saja kalau ia tidak mau mengutip pujian untuk Imam Ali [alaihissalam]. Alangkah celakanya orang yang membenci apa yang telah Allah tetapkan.

Marilah kita lapangkan dada kita untuk mencintai orang yang dicintai Allah SWT dan telah Allah tetapkan keutamaannya. Kita pasti tak rela jika orang yang kita cintai direndahkan. Misalnya jika ada orang yang merendahkan ibu kita, sudah pasti kita marah dan murka. Kita marah ketika ibu yang melahirkan kita dan banyak berjasa pada kita, begitu saja dimaki-maki. Bagaimana dengan Allah? Apakah kita berani merendahkan orang yang telah ditetapkan oleh Allah SWT keutamaanya?. Apakah kita berani bersikap hasad kepada orang yang Allah SWT tetapkan keutamaannya?.

Hakekat.com memang mengikuti pendahulunya Abu bakar yang hasad terhadap kemuliaan Imam Ali [alaihissalam]. Hakekat.com lebih memilih setia kepada Abu bakar dibanding kepada Allah SWT. Naudzubillah.

Al Qur’an di Mata Salafy [3]

Salafy biasa mencari dalih untuk membela agamanya, penganut agama salafy seperti hakekat.com memiliki jurus andalan untuk melindungi keyakinannya dari cercaan Umat Islam. Mau tahu jurus andalan hakekat.com dan ulamanya, simak baik-baik makalah ini.

Pada bagian pertama dan kedua telah dikupas mengenai kenyataan pahit bahwa adanya perubahan Al Qur’an adalah hal yang aksiomatis dalam mahzab salafy. Mengingkari adanya perubahan Al Qur’an sama dengan mengingkari manhaj salafy.Karena sudah jelas bahwa mahzab salafy dibangun atas dasar pemahaman sahabat sebagai penghulu para salafy. Bagi salafy sahabat Nabi adalah manusia pilihan Allah yang merupakan manusia terbaik. Sahabat Nabi bagi salafy adalah orang yang mengemban tugas untuk menjaga syariat Allah SWT.

Nuruddin Ali Abu Bakar Al Haitsami –seorang ulama panutan salafy- dalam kitab Majma az Zawaid jilid 1 hal 428 dan Ahmad bin hanbal –imam kebanggan salafy- dalam Musnadnya jilid 1 hal 379 menuliskan atsar dari Abdullah bin Mas’ud berikut

إن الله عز و جل نظر في قلوب العباد فوجد قلب محمد خير قلوب العباد فاصطفاه لنفسه وابتعثه برسالاته ثم نظر في قلوب العباد فوجد قلوب أصحابه خير قلوب العباد وزراء نبيه صلى الله عليه و سلم يقاتلون عن دينه فما رآه المسلمون حسنا فهو عند الله حسن وما رآه المسلمون سيئا فهو عند الله سيئ

Sesungguhnya Allah melihat hati para hamba-Nya dan Allah mendapatkan hati Nabi Muhammad shallallaahu ‘alaihi wasallam adalah sebaik-baik hati manusia. Maka Allah memilih Nabi Muhammad shallallaahu ‘alaihi wasallam sebagai utusan-Nya. Allah memberikan kepadanya risalah, kemudian Allah melihat dari seluruh hati para hamba-Nya setelah Nabi-Nya, maka didapati bahwa hati para shahabat merupakan hati yang paling baik setelahnya. Maka Allah jadikan mereka sebagai pendamping Nabi-Nya yang mereka berperang atas agama-Nya. Apa yang dipandang para shahabat Rasul itu baik, maka itu baik pula di sisi Allah. Dan apa yang mereka pandang jelek, maka di sisi Allah itu jelek”.

Nuruddin mengatakan kalau orang-orang yang meriwayatkan atsar ini adalah terpercaya. Begitu pula jika kita melihat tulisan-tulisan ulama salafy maka dapat kita lihat bahwa mereka penganut agama salafy dengan bangga mengutip hadis ini dan berhujjah dengannya.

Jadi sudah merupakan aksioma yang tak terbantahkan kalau sahabat Nabi adalah hujjah panutan salafy. Sehingga keyakinan sahabat Ibnu Umar bahwa sudah terjadi perubahan Al Qur’an –sebagaimana yang telah dibahas pada bagian kedua- seharusnya merupakan aqidah yang diyakini oleh salafy sejati. Tetapi aneh bin ajaib wahai pembaca ternyata ada ulama salafy yang mengingkari aqidah ini, mungkinkah demikian? Atau hanya kura-kura dalam perahu.

Tentu bagi salafy sejati, seorang sahabat Nabi harus menjadi pegangan sehingga perkataan ulama salafy yang menentang aqidah Ibnu Umar harus dibuang jauh-jauh dan dinyatakan dhalalah bin dhalalah. Bukankah berdasarkan kitab salafy, sahabat itu pilihan Allah SWT jadi yang menentang sahabat sudah pasti sesat. Tapi lagi-lagi aneh bin ajaib, para pembaca mungkin pernah bertemu dengan teman penganut salafy yang menolak untuk meyakini adanya perubahan Al Qur’an.. Kalau memang begitu maka sebenarnya teman anda itu bukan salafy sejati alias salafy gadungan atau mungkin ia sedang melakukan taqiyyah untuk melindungi aqidahnya.

Memang merupakan konsekuensi yang sangat berat, tetapi mengapa kita masih mendengar teman-teman kita yang kebetulan salafy, yang marah ketika diajak bicara masalah perubahan Al Qur’an, dia tidak bisa menerima jika salafy dikatakan meyakini perubahan Al Qur’an. Satria tambahkan, bukan hanya penganut salafy yang “amatir” [kroco] yang mengingkari, tetapi ada ulama mereka yang mengingkari juga.

Pertanyaannya, mengapa mereka mengingkari kenyataan yang nampak jelas dalam kitab mereka sendiri? Menurut satria ada dua sebab:
1. Karena memang mereka bertaqiyah. Padahal menurut agama salafy taqiyyah itu sama saja dengan berdusta. Apakah ini berarti dalam mnhaj salafy dusta dihalalkan bagi penganutnya dan diharamkan bagi orang lain.
2. Karena mereka benar-benar tidak tahu dan mengingkari hal itu, tetapi mereka tidak sadar akan konsekuensinya yang amat berat, yaitu keluar dari manhaj salafy dan mendapat predikat dhalalah bin dhalalah. Padahal menurut salafy, mereka adalah golongan yang selamat dari 73 jenis firqah dimana yang 72 sisa-nya masuk neraka. Mungkin bagi salafy keluar dari manhaj salafy berarti mengambil tiket ke neraka.

Perlu anda pembaca yang budiman ketahui bahwa salafy memiliki alergi ketika kita ajak dialog tentang masalah perubahan Al Qur’an. Sebenarnya alergi itu tidak perlu terjadi, karena bagaimana seorang penganut sebuah keyakinan bisa alergi dengan ajaran keyakinan yang dianutnya? Kalo mau alergi tidak usah dianut saja, khan gampang, mengapa dibuat repot?. [gitu aja kok repot]

Maka anda pembaca yang budiman jangan takut ketika melihat teman anda yang salafy marah, mencak-mencak dan bisa jadi kejang ketika anda membicarakan masalah ini. Itu adalah reaksi yang biasa muncul dan tidak perlu ditakutkan. Walaupun kadar mencak-mencak dan kejangnya kadang berbeda antara yang amatir [kroco alias salafy gadungan]dan ulama mereka yang menyimpang.

Mengapa mereka alergi? Wajar saja, karena masalah iman pada Al Qur’an menjadi salah satu pemisah antara kaum muslimin dan mereka yang “non muslim”. Artinya mudah bagi seorang muslim awam untuk memahami bahwa siapa yang tidak percaya pada Al Qur’an adalah bukan orang muslim. Dengan begitu orang awam akan mudah menilai bahwa salafy adalah agama yang sesat. Juga karena salafy masih ingin dianggap sebagai kaum muslimin. Karena dengan masih dianggap sebagai muslim akan membuat misi dakwah salafy lebih mudah.

Jika teman anda yang salafy marah ketika diajak dialog masalah perubahan Al Qur’an, maka segera anda diam, biarkan dia menyelesaikan marahnya. Jika marahnya sudah mereda, beritahukan padanya bahwa hal itu tercantum dalam kitab-kitab induk salafy dan hadis-hadisnya yang shahih yang dia belum menelaahnya, katakan padanya bahwa orang yang belum tahu tidak layak untuk marah sebelum menelaah. Tetapi jika kemarahan dan emosinya begitu menggelora sampai ia meneriaki bahwa anda sesat, antek zionis yahudi laknatullah atau mungkin tangannya meraih pentungan atau benda yang ada di dekatnya dan mengarahkannya ke kepala anda, segera ambil benda apa pun untuk melindungi kepala anda, dan sebaiknya anda segera pergi sebelum benda itu benar-benar mendarat di kepala dan menimbulkan masalah bagi anda. Maklumlah, seorang penganut salafy sering ekstrim sekali kalau sudah menghadapi orang yang mereka anggap sesat.

Selain marah dan mencak-mencak ada juga reaksi lain yang muncul saat diajak dialog, yaitu dengan mengajak anda meneruskan dialog. Lalu kira-kira apa jawaban yang akan keluar dari penganut salafy?

1.Membela diri
Mereka membela diri dengan mengklaim bahwa riwayat yang menyatakan perubahan Al Qur’an adalah dhaif, biasanya mereka juga mengatakan bahwa hadis itu harus bersanad shahih karena jika tidak maka harus ditolak. Tentu saja ucapan mereka ini adalah dusta. Buktinya silakan pembaca yang budiman membuka kembali tulisan satria di bagian pertama dan kedua, disana sudah disebutkan bukti-bukti bahwa riwayat yang menyatakan adanya perubahan Al Qur’an di sisi salafy adalah shahih. Ulama salafy tidak bisa berkelit akan fakta ini sehingga satu-satunya usaha mereka untuk menutupi keyakinannya adalah mengelabui orang islam yang awam yang hampir sebagian besar minim sekali ilmunya tentang sanad hadis.

2. Takwil Nasakh
Di antara cara mereka adalah dengan mengakui adanya riwayat-riwayat itu, tetapi mereka memiliki pemahaman lain, yaitu katanya riwayat-riwayat itu memiliki makna yang berbeda dengan yang tertulis, maksud ulama salafy dengan pernyataan itu adalah mengatakan bahwa sebenarnya perubahan Al Qur’an yang dimaksud adalah nasakh tilawah. Ini sungguh aneh, karena dalam pernyataan para sahabat Nabi pernyataan yang jelas menunjukkan terjadinya perubahan, contoh nyata riwayat yang ada di bagian kedua, Ibnu Umar mengatakan “ayat Al Qur’an yang hilang” bukan yang dinasakah, sejak kapan hilang sama artinya dengan nasakh. Atau barangkali penganut salafy itu belum bisa membaca dan menulis bahasa arab. Lalu bagaimana dengan “kawan kita” yang mencoba menafsirkan riwayat salafy dengan makna lain? Barangkali pembaca bingung mengapa ada “teman kita yang salafy” begitu berani memahami sendiri isi riwayat salafy dan mendustakan aqidah sahabat Nabi. Satria juga bingung dengan ulah penganut agama salafy ini.

3.Riwayat seperti itu tidak ada.
Lebih parah lagi, bisa jadi kawan anda itu menyangkal adanya riwayat perubahan Al Qur’an dalam kitab pegangan salafy. Barangkali anda yang telah membaca bagian pertama dan kedua makalah ini akan bertambah bingung, bagaimana tidak? Riwayat-riwayat tersebut telah dikutip oleh para Ulama besar salafy. Lalu mana yang benar? Katakan saja pada kawan anda, barangkali anda belum pernah menelaah kitab salafy karena anda tidak bisa berbahasa arab. Atau anda adalah korban penipuan dari ustad salafy anda yang sengaja menipu agar anda tetap masuk salafy Karena jika anda tahu bahwa salafy meyakini perubahan Al Qur’an, ustad anda takut kalau anda keluar dari salafy.Mungkin anda pembaca yang budiman tidak heran ketika yang menyangkal adalah orang awam yang polos, tetapi jika yang menyangkal adalah ulama salafy maka anda perlu merasa heran. Tapi mungkin sebagian pembaca sudah mengetahui watak ulama salafy yang mempermainkan ayat-ayat Allah dan hadis Rasul untuk kepentingan hawa nafsunya. Naudzubillah.

Pada makalah ini mari para pembaca yang budiman melihat riwayat yang ditulis oleh ulama besar salafy Nuruddin Ali bin Abu Bakar Al Haitsami dalam Majma az Zawaid jilid 7 hal 311

وعن عبد الرحمن بن يزيد – يعني النخعي – قال : كان عبد الله يحك المعوذتين من مصاحفه ويقول : إنهما ليستا من كتاب الله تبارك وتعالى

Dari Abdurrahman bin Yazid –yaitu An Nakha’i- berkata “Abdullah bin Mas’ud menghapus Mu’awidzatain (Al Falaq dan An Nas) dari mushafnya dan berkata “itu bukan bagian dari Kitab Allah”.

Haitsami mengomentari riwayat ini dengan berkata

رواه عبد الله بن أحمد والطبراني ورجال عبد الله رجال الصحيح ورجال الطبراني ثقات

Telah diriwayatkan oleh Abdullah bin Ahmad dan Thabrani, dimana perawi Abdullah adalah perawi shahih dan perawi Thabrani adalah orang-orang tsiqat terpercaya.

Ulama kenamaan salafy Jalaludin Suyuthi dalam kitab Itqan jilid 1 hal 213 menuliskan

وأخرج عبد الله بن أحمد في زيادات المسند والطبراني وابن مردويه من طريق الأعمش عن أبي إسحاق عن عبد الرحمن بن يزيد النخعي قال كان عبد الله بن مسعود يحك المعوذتين من مصاحفه ويقول إنهما ليستا من كتاب الله
وأخرج البزار والطبراني من وجه آخر عنه أنه كان يحك المعوذتين من المصحف ويقول إنما أمر النبي أن يتعوذ بهما وكان لا يقرأ بهما أسانيده صحيحة

Dikeluarkan oleh Abdullah bin Ahmad dalam Ziyadah Musnad, Thabrani dan Ibnu Mardawayh dengan jalan ‘Amasy dari Abi Ishaq dari Abdurrahman bin Yazid An Nakha’I yang berkata “Abdullah bin Mas’ud menghapus Mu’awidzatain (Al Falaq dan An Nas) dari mushafnya dan berkata “itu bukan bagian dari Kitab Allah”. Dan dikeluarkan oleh Bazzar dan Thabrani dengan perawi yang sama bahwa “Abdullah bin Mas’ud menghapus Mu’awidzatain (Al Falaq dan An Nas) dari mushafnya dan berkata “sesungguhnya Nabi memerintahkan itu sebagai ta’awudz” sehingga dia tidak menuliskannya. Semua riwayat ini shahih sanad-sanadnya.

Dan mungkin pembaca masih ingat dengan hadis yang masyhur dari mahzab salafy yang diriwayatkan oleh ulama panutan salafy Bukhari Muslim dan Tirmidzi [kitab Sunan Tirmidzi jilid 5 hal 674]

قال رسول الله صلى الله عليه و سلم خذوا القرآن من أربعة من ابن مسعود و أبي بن كعب و معاذ بن جبل و سالم مولى أبي حذيفة

Rasulullah shallallaahu ‘alaihi wasallam bersabda “Ambillah al Qur’an dari empat orang yiatu Ibnu Mas’ud, Ubay bin Ka’ab, Muadz bin Jabal dan Salim maula abi huzaifah.

Tirmizi mengatakan kalau hadis ini hasan shahih dan ulama salafy yang terkenal Albani Al Mutanaqidh juga menshahihkan hadis ini.

Lagi-lagi dalam mahzab salafy Rasulullah shallallaahu ‘alaihi wasallam memerintahkan umat islam untuk mengambil Al Qur’an salah satunya dari Ibnu Mas’ud. Tentu saja jika Ibnu Mas’ud ini sesat atau menyimpang maka Rasulullah shallallaahu ‘alaihi wasallam pasti tidak akan mengatakan “ambillah Al Qur’an dari Ibnu Mas’ud”.

Perhatikanlah wahai pembaca yang budiman kitab panutan salafy memuat riwayat shahih kalau Abdullah bin Mas’ud dengan tegas mengatakan kalau Mu’awidzatain yaitu surah Al Falaq dan An Nas adalah bukan bagian dari kitab Allah Al Quranul Karim. Jelas sekali ini adalah aqidah yang diyakini oleh sahabat Ibnu Mas’ud dan telah dishahihkan oleh ulama salafy sendiri. Sehingga sebagai seorang salafy sejati usdah sewajarnya untuk mengikuti aqidah Ibnu Mas’ud sebagai sahabat penghulu para salaf yaitu meyakini kalau Al Falaq dan An Nas bukan bagian dari Al Qur’an. Aqidah salafy ini jelas bertentangan dengan aqidah kita umat islam yang sudah sangat mengenal bahwa Al Falaq dan An Nas adalah dua surah yang tertera dalam Al Qur’an.

Dalih apakah yang akan dikemukakan oleh para penganut salafy tersebut. Mau mendhaifkan maka jelas sekali kebodohannya bukankah ulama mereka telah menshahihkannya, mau berkata nasakh tilawah sudah jelas gak nyambung, riwayat itu mengatakan kalau Al Qur’an sekarang sudah mengalami penambahan dua surah yang seharusnya tidak termasuk Al Qur’an yaitu Al Falaq dan An Nas. Apakah sesuatu yang dinasakh justru malah bertambah? Jika iya maka salafy itu memang parah sekali otaknya. Mau menakwilkan, lihat baik-baik pembaca budiman sahabat Ibnu Mas’ud berkata “itu bukan bagian dari Kitab Allah” adakah yang lebih jelas dari ini. Menakwilkan hanyalah alasan yang dicari-cari. Apalagi mau bilang riwayat itu nggak ada, malah menunjukkan kedunguan salafy sendiri.

Satu-satunya yang harus dilakukan adalah menolak hadis ini tetapi bagaimana mungkin seorang salafy bisa mendustakan hadis yang shahih, jika mereka berani maka bagaimana kita bisa menjamin keshahihan hadis-hadis yang terdapat dalam kitab-kitab induk salafy. Bukankah mereka senantiasa berdengung akan kehandalan ilmu sanad hadis dalam mahzab mereka. Sudah jelas mendustakan hadis shahih berarti meruntuhkan pilar berdirinya manhaj salafy yang sudah tentu mustahil dilakukan oleh seorang salafy sejati. Waspadalah wahai pembaca yang budiman. Memang akidah sesat versi salafy yang meyakini perubahan Al Qur’an ini harus diwaspadai dan dikecam habis-habisan karena keyakinan ini merupakan pemisah yang nyata antara kita umat islam dengan mereka penganut agama salafy.

Imam Ali bin Abi Thalib dan Nikah Mut’ah

Nikah mut’ah adalah perkara syar’i yang dihalalkan dalam islam. Allah SWT dan Rasul-Nya telah menyatakan bahwa nikah mut’ah adalah halal. Begitu pula para Imam Ahlul bait alaihissalam juga telah menghalalkan nikah mut’ah. Kami kaum syiah sebagai orang yang taat kepada Allah dan Rasulnya dan Ahlul bait menerima kehalalalan mut’ah. Cih sungguh memalukan kaum yang beragama salafy seperti  hakekat.com dimana setiap saat mengaku-ngaku berpegang pada sunnah ternyata sangat getol sekali mengharamkan mut’ah. Tidak puas dengannya mereka juga menyebarkan fitnah dan kebencian kepada kaum syiah karena telah menghalalkan mut’ah.

Salah satu hujjah mereka dalam mengharamkan mut’ah yaitu mereka mengatakan kalau Imam Ali alaihissalam sendiri telah mengharamkan mut’ah. Tentu saja perkataan ini adalah dusta atas nama Imam Ali alaihissalam. Kitab-kitab kenamaan mereka adalah sebaik-baik saksi bagi syiah. Apa yang akan dikatakan hakekat.com jika ia melihat bahwa dalam kitab unggulan salafy sendiri tertulis bahwa Imam Ali menghalalkan mut’ah. Mungkin ia tidak akan sempat berkata-kata karena ia akan kebingungan dan membuat berbagai dalih yang akan menenangkan hatinya.
Silakan wahai pembaca yang budiman untuk membuka Kitab Tafsir Durr al manstur dan Tafsir Ibnu Jarir Ath Thabari –kedua kitab tafsir panutan salafy- dan disana anda akan menemukan bahwa Imam Ali menghalalkan mut’ah dan menentang larangan Umar.

Ulama panutan salafy Jalaludin Suyuthi dalam kitab tafisrnya durr al mantsur jilid 2 hal 140 ketika membahas surah An Nisa’ ayat 24 membawakan riwayat berikut

وأخرج عبد الرزاق وأبو داود في ناسخه وابن جرير عن الحكم أنه سئل عن هذه الآية أمنسوخة ؟ قال  لا وقال علي  لولا أن عمر نهى عن المتعة ما زنا إلا شقي

Abdurrazaq, Abu Daud dalam kitab Nasikh dan Ibnu Jarir meriwayatkan dari Hakim ketika ia ditanya “apakah ayat ini dimansukh”?. Ia berkata “tidak”, dan Ali berkata  “kalau umar tidak melarang mut’ah maka tidak akan ada orang yang berzina kecuali orang yang benar-benar celaka”.
Atsar ini disampaikan oleh orang-orang yang tsiqah sehingga tidak ada alasan untuk menolak dan menentangnya. Ibnu Jarir dalam tafsirnya jilid 4 hal 10 menyebutkan sanad atsar ini

حدثنا محمد بن المثنى قال ، حدثنا محمد بن جعفر قال ، حدثنا شعبة ، عن الحكم قال

Muhammad bin Al Mutsanna menceritakan kepada kami dimana ia berkata Muhammad bin Ja’far menceritakan kepada kami dimana ia berkata Syu’bah menceritakan kepada kami dimana ia berkata dari Al Hakim yang berkata……
Muhammad bin Al Mutsanna disebutkan Ibnu Hajar –ulama rijal salafy- dalam kitab Taqrib jilid 2 hal 129 sebagai orang yang tsiqat dan tsabit.

Muhammad bin Ja’far disebutkan Ibnu Hajar dalam kitab Taqrib jilid 2 Hal 63 sebagai orang yang tsiqat.

Syu’bah bin Hajjaj disebutkan Ibnu Hajar dalam Kitab Taqrib jilid 1 hal 458 sebagai orang yang tsiqat, hafiz, mutqin
Hakim bin Utaibah Al Kindi disebutkan Ibnu Hajar dalam kitab Taqrib jilid 1 hal 232 sebagai orang yang tsiqat dan tsabit.

Orang-orang yang menyampaikan atsar tersebut ternyata orang-orang yang terpercaya di kalangan salafy sehingga tidak diragukan lagi kalau Imam Ali alaihissalam telah menghalalkan mut’ah dan ini dimuat oleh kitab salafy sendiri dengan perawi yang terpercaya dan shahih.

Maka perhatikanlah wahai pembaca yang budiman, hakekat.com ternyata telah mendustakan riwayat shahih dalam kitab panutannya demi merendahkan syiah. Hakekat.com memang pintar menipu kaum awam, ia terlalu sibuk berbicara kitab syiah sehingga lupa atau buta akan kitab panutannya sendiri. Dan sungguh aneh sekali wahai pembaca yang budiman, kesibukan hakekat.com dalam berbicara tentang kitab syiah ternyata  tidak membuahkan hasil apapun, ia tetap dungu dan awam soal mahzab Syiah. Itulah anugerah Allah SWT yang dilimpahkan untuk para Nashibi seperti hakekat.com yaitu ketidakmampuan untuk memahami apa yang dibaca sehingga melahirkan kedunguan yang melampaui batas. naudzubillah

Menggugat Tulisan “Ali dan Nikah Mut’ah”

Apa kata Ali tentang Nikah Mut’ah? Barangkali ada yang sudah membacanya dari kitab-kitab Sunni dan Syiah. Sebenarnya apa hukumnya nikah mut’ah menurut Imam Ali alaihissalam.Tidak diragukan lagi kalau Imam Ali telah menghalalkan mut’ah dan mengatakan kalau Umarlah yang melarangnya.

Tapi musuh-musuh Imam Ahlul bait senantiasa membenci ajaran para Imam Ahlul bait, tidak henti-hentinya mereka membuat kebohongan dengan mengatasnamakan nama para Imam. Cih beginilah tabiat sejati pemilik situs nashibi hakekat.com, dengan angkuhnya ia membuat kebohongan-kebohongan atas nama Syiah dan Imam Ahlul bait. Simak baik-baik bantahan saya terhadap kedustaannya

Situs pendusta hakekat.com mengutip sebuah riwayat Imam Ali alaihissalam dari kitab Tahdzib Al Ahkam dan Wasa’il Syiah, hakekat.com mengatakan

Muhammad bin Yahya, dari Abu Ja’far dari Abul Jauza’ dari Husein bin Alwan dari Amr bin Khalid dari Zaid bin Ali dari ayahnya dari kakeknya dari Ali [Alaihissalam] bersabda: Rasulullah mengharamkan pada perang Khaibar daging keledai jinak dan nikah mut’ah

Cih hakekat.com si nashibi ini berlagak pintar dengan mengutip riwayat di atas. Seperti biasa kali ini ia hanya mengutip dari kitab-kitab panutannya syaikh wahabi salafi an nashibi. Coba lihat baik-baik wahai pembaca, hakekat.com yang katanya membaca langsung kitab-kitab syiah ternyata tidak memiliki kemampuan untuk sekedar menyebutkan pada jilid berapa dan halaman berapa hadis Imam Ali yang dikutipnya di atas.

Berikut saya kutip riwayat tersebut dari kitab Wasa’il Syiah jilid 21 hal 12 riwayat no 26387

Dari Muhammad bin Ahmad bin Yahya dari Abi Ja’far dari Abil Jauza’dari Husain bin Alwan dari Amr bin Khalid dari Zaid bin Ali dari Ayahnya dari kakeknya dari Ali [alaihissalam] yang berkata “Rasulullah [shalallahualaihi wa aalihi wassalam] pada hari Khaibar telah mengharamkan daging keledai jinak dan nikah mut’ah”.

Setelah mengutip hadis di atas, hakekat.com dengan sombongnya mengatakan kalau hadis di atas shahih dan menurutnya mahzab syiah telah menyalahi Imam Ali karena menghalalkan mut’ah. Huh hakekat.com memang pintar membual, mari kita lihat apa kata ulama syiah mengenai hadis Imam Ali di atas

Syaikh Muhammad Baqir Al Majlisi dalam Malaz Al Akhyar jilid 12 hal 32 berkata tentang hadis Imam Ali di atas
“Hadis tersebut dipalsukan oleh pengikut Zaidiyah”

Ayatullah Sayyid Abul Qasim Al Khu’i  berkata dalam Al Bayan fi Tafsir Al Qur’an hal 322
“Apa yang diriwayatkan dari Ali tentang pengharaman mut’ah adalah palsu”

Keterangan Ulama syiah di atas sudah cukup sebagai bukti kedustaan hakekat.com yang mengatakan kalau hadis tersebut shahih. Selain dusta ternyata hakekat.com juga tidak becus dalam mengutip perkataan Ulama syiah. Ia mengatakan bahwa

Al Hurr Al Amili dalam Wasa’il menyatakan:
“Syaikh [At Thusi] dan [ulama] lainnya menafsirkan riwayat ini sebagai taqiyyah, karena bolehnya nikah mut’ah adalah perkara aksiomatis dalam mazhab syiah”

Kemudian hakekat.com mengomentari kutipan ini dengan kata-kata keji yang tidak pantas kepada Imam Ali yaitu

Kita perlu mempertanyakan mengapa sabda Ali tidak sesuai dengan ajaran syiah, itu dianggap sebagai taqiyah. Tetapi kita ketahui bahwa taqiyah tidak mungkin dilakukan tanpa sebab, yaitu ketakutan. Lalu apa yang Imam Ali takutkan hingga bertaqiyah dalam masalah ini? Apakah kita mempertanyakan kembali sifat pemberani Ali bin Abi Thalib karena di sini digambarkan takut untuk menyampaikan kebenaran?
Juga kita mempertanyakan sumber informasi Syaikh At Thusi dan ulama syiah lainnya hingga mereka tahu bahwa imam Ali bertaqiyah ketika meriwayatan sabda Nabi itu. Jika tidak ada informasi yang valid apakah kita mengatakan bahwa  ulama syiah hanya mengira-ngira saja, tanpa berdasari informasi yang valid. Hanya dengan satu alasan, yaitu menyelisihi hal yang aksiomatis dalam mazhab lalu begitu saja sabda imam bisa divonis taqiyah.
Satu lagi konsekuensi berat bagi ulama syiah yang menyatakan bahwa Ali bertaqiyah dalam hadits itu, berarti Ali mengarang-ngarang hadits Nabi SAWW padahal Nabi SAWW tidak pernah mengucapkannya. Karena pernyataan Ali di atas adalah riwayat,bukan pendapat Ali sendiri, tapi menceritakan sabda Nabi SAWW. Perbuatan ini dikenal dalam istilah hadits dengan “berdusta atas nama Nabi”.

Sungguh celaka sekali hakekat.com, ia berani menisbatkan kedustaan pada Imam Ali. Sudah jelas perkataan hakekat.com hanyalah bualan dusta yang sengaja ia umbar-umbar untuk mengelabui orang awam yang tidak memiliki akses yang cukup untuk merujuk pada kitab-kitab syiah. Hakekat.com telah berdusta dalam menukil pernyataan syaikh Al Hurr Al Amili dalam Wasa’il Syiah –lihat wahai pembaca, si pendusta ini tidak menyebutkan jilid dan halaman dimana ia mengutip-. Dalam kitab Wasa’il Syiah jilid 21 hal 12, Syaikh Hurr Al Amili mengomentari hadis ini dengan kata-kata

“Syaikh [At Thusi] dan [ulama] lainnya mengatakan riwayat ini sebagai taqiyyah, yakni dalam periwayatan, karena bolehnya nikah mut’ah adalah perkara dharuriyah dalam mazhab syiah”

Hakekat.com telah menghapus kata-kata “yakni dalam periwayatan”. Kata-kata ini jelas merubah segala omong-kosong yang ia buat. Taqiyah yang dimaksud baik oleh Syaikh Thusi, Syaikh Al Hurr Amili dan ulama lainnya adalah taqiyah dari mereka yang meriwayatkan hadis tersebut, bukan dari Imam Ali alaihissalam. Oleh karena itu Syaikh Al Hurr menjelaskan taqiyah tersebut dengan kata-kata “yakni dalam periwayatan”. Kelakuan hakekat.com ini hanya memiliki dua kemungkinan

  1. Hakekat.com tidak mengutip langsung dari kitab Wasa’il Syiah sehingga ia tidak mengutip dengan benar, cih sudah jelas ia mengutip dari pendahulunya salafy wahaby yang juga nashibi, atau
  2. Hakekat.com memang membaca langsung kitab Wasa’il Syiah tetapi dengan sengaja menghapus bebarapa kalimat untuk mengelabui pikiran orang awam sehingga dengan mudah ia menampilkan image yang buruk kepada para pembacanya. Cih sepertinya dihalalkan bagi Nashibi untuk berdusta kalau ditujukan kepada syiah.

Saya jadi teringat dengan ayat Al Quran yang mengatakan
Sesungguhnya orang-orang yang menyembunyikan apa yang telah Kami turunkan berupa keterangan-keterangan (yang jelas) dan petunjuk, setelah Kami menerangkannya kepada manusia dalam Al-Kitab, mereka itu dila’nati Allah dan dila’nati (pula) oleh semua (makhluk) yang dapat mela’nati, (QS. 2:159)

Dalam mahzab syiah, mut’ah jelas dibolehkan dan merupakan perkara dharuriyah. Hal ini karena hadis-hadis dari para Imam Ahlul bait dalam jumlah banyak dan dengan sanad yang shahih telah menjelaskan bahwa mut’ah adalah halal.. Riwayat-riwayat ini banyak sekali bahkan ditulis oleh Syaikh Al Hurr Al Amili dalam Wasa’il Syiah, tetapi hakekat.com pura-pura buta atau memang tidak punya mata sehingga ia hanya mengutip satu hadis yang menurutnya shahih.Salah satu hadis yang menunjukkan kehalalan mut’ah adalah berasal dari Imam Ali alaihissalam sendiri.

Imam Ali alaihissalam juga telah menghalalkan mut’ah, beliau bahkan mencela umar yang sudah membuat larangan atau pengharaman terhadap mut’ah. Hal ini dapat dilihat dalam kitab Wasa’il Syiah jilid 21 hal 5 riwayat no 26357 dan hal 10 riwayat no 26375 dengan sanad yang shahih dari Abu Ja’far yang berkata
Ali alaihissalam berkata “Kalau lah mut’ah tidak dilarang oleh Ibnu Khattab –yakni Umar- maka tidak akan ada yang berzina kecuali orang yang benar-benar celaka”

Oleh karena itulah walaupun Ulama syiah menuliskan hadis mengenai pengharaman mut’ah oleh Imam Ali, mereka mengatakan hadis tersebut palsu atau tidak benar dan berasal dari taqiyyah para perawi hadis tersebut. Ditambah lagi hadis pengharaman mut’ah telah bertentangan dengan banyak hadis shahih dari para Imam Ahlul bait termasuk Imam Ali alaihissalam sehingga Syaikh Al Majlisi dengan tegas menyatakan hadis tersebut palsu.

Hakekat.com kembali unjuk kebodohan, dengan bergaya sok ia mengatakan kalau para perawi hadis pengharaman mut’ah itu adalah tsiqat sehingga hadis tersebut shahih di sisi syiah. Pernyataannya adalah dusta dan sedikitpun hakekat.com tidak mengerti kaidah ilmu hadis di sisi Syiah.

Dalam Rasa’il fi Dirayat Al Hadits jilid 1 hal 395 disebutkan mengenai syarat hadis dinyatakan shahih di sisi Syiah yaitu

Apa saja yang diriwayatkan secara bersambung oleh para perawi yang adil dan dhabit dari kalangan Imamiyah dari awal sanad sampai para Imam maksum dan riwayat tersebut tidak memiliki syadz dan illat atau cacat

Hadis yang dikutip hakekat.com tidak memenuhi persyaratan di atas karena diantara para perawi hadis tersebut ada yang bukan dari kalangan Imamiyah ditambah lagi hadis tersebut bertentangan dengan berbagai hadis shahih dari para Imam sehingga menunjukkan adanya syadz dan illat.

Para perawi yang bermasalah dalam hadis yang dikutip oleh hakekat.com adalah Husain bin Alwan dan Amr bin Khalid Al Wasithi, keduanya adalah para perawi sunni dan bukan dari kalangan syiah imamiyah.

Dalam Ikhtiyar Ma’rifat Ar Rijal. jilid 2 hal 687 Syaikh Al Kasy sebagaimana disebutkan oleh Syaikh At Thusi telah mengatakan kalau Husain bin Alwan dan Amr bin Khalid adalah Rijal Al A’amah yang berarti para perawi sunni atau bukan dari golongan Syiah Imamiyah
Syaikh Al Hurr Al Amili sendiri dalam Wasa’il Syiah jilid 30 hal 354 dimana beliau mengutip Al Kasy yang mengatakan kalau Husain bin Alwan adalah rijal a’amah. Kemudian dalam Wasa’il Syiah jilid 30 hal 438 beliau mengatakan kalau Amr bin Khalid Al Wasithi adalah Rijal a’amah.

Mungkin akan ada pembaca yang terheran-heran mengapa dalam kitab Syiah terdapat para perawi Sunni atau bukan penganut mahzab Syiah Imamiyah. Bagi mereka yang menggeluti hadis-hadis Syiah maka perkara ini tidaklah mengherankan. Pada dasarnya para Ulama yang mengumpulkan hadis dari para Imam selalu berusaha untuk menuliskan hadis-hadis dari orang-orang yang mengaku telah mendengar hadis tersebut dari para Imam walaupun ternyata setelah diteliti orang tersebut bukanlah penganut mahzab Syiah Imamiyah. Ulama Rijal di kalangan syiah menyebut mereka ini dengan sebutan Rijal Al A’amah. Sedangkan untuk para perawi Imamiyah dikenal dengan sebutan Rijal Khasah

Bagaimana status hadis mereka rijal A’amah ini? Ulama syiah mengatakan hadis mereka tidak bisa dinyatakan shahih tetapi bisa diterima jika mereka adalah orang yang tsiqah dan hadis yang mereka bawakan tidak bertentangan dengan hadis shahih dari para perawi Imamiyah, dalam hal ini hadis mereka dinyatakan muwatstsaq. Tetapi jika hadis mereka bertentangan dengan hadis-hadis shahih dari kalangan imamiyah maka hadis mereka tidak diterima walaupun mereka dinyatakan tsiqah. Hal ini karena seringkali terjadi kesalahan pada hadis yang mereka ambil dari para Imam akibat campuraduk yang dilakukan oleh rijal a’amah dengan hadis-hadis sunni di kalangan mereka. Syaikh Al Kasy telah menegaskan hal ini dalam Ikhtiyar Ma’rifat Ar Rijal jilid 2 hal 855

قال أبو محمد الفضل بن شاذان سأل أبي رضي الله عنه، محمد بن أبي عمير، فقال له: انك قد لقيت مشايخ العامة فكيف لم تسمع منهم ؟ فقال: قد سمعت منهم، غير أني رأيت كثيرا من أصحابنا قد سمعوا علم العامة وعلم الخاصة، فاختلط عليهم حتى كانوا يروون حديث العامة عن الخاصة وحديث الخاصة عن العامة، فكرهت أن يختلط علي، فتركت ذلك وأقبلت على هذا

Abu Muhammad Fadhl bin Syadzan berkata ayahku bertanya pada Muhammad bin Abi Umair “kamu bertemu dengan banyak syaikh al a’amah mengapa kamu tidak mendengar hadis dari mereka?. Saya mendengar hadis dari mereka tetapi saya melihat banyak dari sahabat kita telah mendengar hadis dari al’amah dan al khasah kemudian mereka melakukan kekacauan dengan menisbatkan hadis al’amah dari al khasah dan hadis al khasah dari al ‘amah. Oleh karena saya sangat tidak suka dengan kekacauan seperti itu, jadi saya meninggalkan meriwayatkan dari al a’amah dan tetap pada riwayat khasah

Jadi walaupun Husain bin Alwan dan Amr bin Khalid dinyatakan tsiqah, mereka tetap tidak bisa dijadikan hujjah dalam hadis ini karena mereka bukan dari kalangan Imamiyah dan hadis ini yang mereka riwayatkan bertentangan dengan berbagai hadis shahih lain dari para perawi Imamiyah sehingga hadis mereka mengandung syadz dan illat. Jika kita mengkaitkan hadis ini dengan hadis-hadis di kalangan sunni maka bisa dipastikan bahwa hadis pengharaman mut’ah di khaibar memang berasal dari hadis-hadis golongan Sunni dan dicampuradukkan atau dikacaukan dengan hadis Syiah oleh salah satu atau kedua orang perawi ini Husain bin Alwan atau Amr bin Khalid. Kekacauan ini bisa terjadi tidak sengaja atau mungkin sengaja dalam rangka taqiyyah untuk mendapat simpati dari golongan Sunni.

Saya pribadi lebih condong bahwa yang melakukan taqiyyah disini adalah Amr bin Khalid Al Wasithi, Di sisi Syiah orang ini hanya meriwayatkan hadis dari Zaid bin Ali seperti yang disebutkan oleh Syaikh Hurr Al Amili sedangkan di sisi Sunni orang ini ternyata memiliki reputasi yang buruk di kalangan Sunni – lihat keterangannya dalam kitab Tahzib ibnu hajar-.

Ia meriwayatkan banyak hadis palsu atas nama Zaid bin Ali. Ahmad bin Hanbal panutan ulama sunni mengatakan bahwa ia seorang pendusta yang meriwayatkan hadis-hadis palsu dari zaid bin ali dari ayahnya. Oleh karena itu untuk menarik simpati dari kalangan ulama sunni pada masanya maka ia meriwayatkan hadis-hadis dari Zaid bin Ali yang diterima disisi Sunni, seperti hadis yang kita bahas di atas. Sayangnya usaha ini tidak berhasil, pada akhirnya banyak ulama sunni tetap menyatakannya pendusta, matruk, pembuat hadis palsu atas nama Zaid bin Ali, dan munkar hadis tetapi data yang penting disini adalah tidak ada satupun Ulama sunni yang mengatakan kalau dia ini seorang Syiah atau Rafidhah bahkan ulama sunni menegaskan kalau ia tidak mendengar dari Imam Ja’far. Dengan kata lain tidak ada alasan sedikitpun untuk menisbatkannya sebagai pengikut Syiah Imamiyah.Satu-satunya yang mungkin masih masuk akal adalah Amr bin Khalid adalah pengikut Zaidiyah dan saya yakin ialah yang diisyaratkan oleh Syaikh Muhammad Baqir Al Majlisi ketika menyatakan bahwa hadis pengharaman mut’ah di atas dipalsukan oleh pengikut Zaidiyah.

Saya ingatkan kepada para pembaca agar waspada terhadap kedustaan yang dibuat oleh hakekat.com. Orang dungu ini benar-benar tidak mengerti sedikitpun tentang mahzab syiah termasuk ilmu hadis dan ilmu rijal di kalangan Syiah. Orang dungu ini juga tidak becus dalam menukil tapi gayanya luar biasa angkuh, seolah ia memahami tetapi kenyataannya benar-benar nol besar. Orang dungu ini juga tidak segan-segan membuat kedustaan asalkan kedustaan itu membuat orang menjadi benci dan mengkafirkan Syiah. Hakekat.com hanyalah situs fitnah yang hanya memuat fitnah-fitnah terhadap syiah, maka celakalah mereka para pendusta dan pemfitnah.

Al Qur’an Di Mata Salafy [2]

Pada bagian pertama, satria sudah menyebutkan bahwa “adanya perubahan Al Qur’an” adalah keyakinan yang sifatnya aksiomatis di dalam mahzab salafy. Tentu saja ini bukan sekedar tuduhan kosong belaka, karena banyak kitab mu’tabar mahzab salafy telah menyebutkan hadis-hadis tentang perubahan dalam Al Qur’an. Hadis-hadis tersebut bukan sembarang hadis tetapi hadis yang shahih dimana menunjukkan dengan nyata kepada kita semua bahwa Sahabat Nabi generasi terbaik pujaan kaum salafy an nashibi telah meyakini adanya tahrif Al Qur’anul Karim. Naudzubillah.

Sebenarnya memang menyakitkan memberitahukan hal ini kepada teman-teman dan saudara pembaca yang salafy. Tetapi satria yakin kebenaran itu walaupun pahit tetap berharga untuk disampaikan. Bagi teman-teman salafy tentu saja sudah menjadi aksiomatis bahwa aqidah atau keyakinan dan ibadah hendaknya berdasarkan Al Qur’anul Karim dan Al hadis berdasarkan pemahaman Sahabat Nabi sebagai penghulu kaum Salaf. Jadi sudah tentu jika sahabat Nabi sendiri meyakini adanya perubahan dalam Al Qur’an maka sudah seharusnya seorang salafy sejati mengikuti aqidah sahabat tersebut.

Dalam kitab Fadhail Al Qur’an oleh Abu Ubaid Qasim bin Sallam jilid 2 hal 135 disebutkan riwayat
Ismail bin Ibrahim menceritakan hadis kepada kami dari Ayub dari Nafi dari Ibnu Umar yang berkata “Janganlah ada di antara kalian yang mengatakan “aku telah menemukan seluruh Al Qur’an”. Apakah ia benar-benar tahu seluruh Al Qur’an itu? Karena telah banyak Al Qur’an yang hilang. Oleh karena itu seharusnya orang mengatakan “aku telah menemukan Al Qur’an yang tampak saja”

Hadis ini ternyata juga dimuat oleh para Ulama tafsir kenamaan Salafy seperti Jalaludin As Suyuthi dalam Tafsir Durr Al Mansur jilid 1 hal 106 dan Al Alusi dalam Ruhul Ma’ani jilid 1 hal 25.

Hadis diatas disampaikan oleh para perawi yang terpercaya sampai ke Ibnu Umar sehingga tidak diragukan lagi kalau Ibnu Umar benar-benar mengucapkannya. Inilah para perawi hadis tersebut

Ismail bin Ibrahim telah dinyatakan tsiqah oleh Ibnu Hajar dalam Taqrib At Tahzib jilid 1 hal 90 dan dinyatakan sebagai hujjah oleh Dzahabi dalam kitab Kashif jilid 1 hal 242

Ayub bin Abi Tamimah Al Sakhtiani disebutkan oleh Ibnu Hajar sebagai tsiqah,tsabit dan hujjah dalam kitab Taqrib jilid 1 hal 116

Nafi’ maula Ibnu Umar disebutkan Ibnu Hajar sebagai tsiqah, tsabit dalam kitab Taqrib jilid 2 hal 239.

Ibnu Umar adalah sahabat Nabi, yang dalam aqidah mahzab salafy adalah adil dan dijadikan hujjah perkataannya.

Maka dari itu sudah seharusnya seorang salafy sejati meyakini bahwa sudah banyak Al Qur’an yang hilang dan Al Qur’an yang ada sekarang hanyalah apa yang tampak saja. Aqidah ini diyakini oleh sahabat yang adil Ibnu Umar . Beliau juga mengajarkan kepada orang-orang agar meyakini hal tersebut.

Memang ada saja orang-orang nyeleneh yang menyimpang dari mahzab salafy, mereka menentang aqidah Ibnu Umar dan mengatakan kalau sebenarnya Al Qur’an banyak yang dimaksud itu adalah sudah dinasakh sehingga yang ada adalah yang Nampak sekarang. Sudah jelas hal ini menyimpang dari aqidah penghulu salaf Ibnu Umar, dalam hadis di atas ia tidak mengatakan Al Qur’an tersebut dinasakh, tetapi ia berkata “dzahab”. Dalam bahasa Arab dzahab berarti hilang, artinya sesuatu yang ada kemudian menjadi tidak ada dan tidak tahu kemana perginya. Lagipula kalau memang yang dimaksud Ibnu Umar adalah nasakh maka tentu ia akan mengatakan “telah banyak Al Qur’an dinasakh” bukan “telah banyak al Qur’an hilang” .

Selain itu jika ada ayat Al Qur’an yang dinasakh sehingga tidak berlaku lagi maka ayat itu bukan lagi Al Qur’an sehingga Al Qur’an yang ada sekarang tetap adalah seluruh Al Qur’an. Jadi Ibnu Umar tidak perlu merasa gusar jika ada yang mengatakan “tahu seluruh al Qur’an”. Tetapi hadis di atas justru mengatakan Ibnu Umar menentang orang yang mengatakan tahu seluruh Al Qur’an. Hal ini menunjukkan bahwa menurut Aqidah Ibnu Umar banyak Al Qur’an yang sudah hilang sehingga tidak pantas seseorang mengaku tahu keseluruhan Al Qur’an. Ini membuktikan kalau Ibnu Umar tidak bicara soal nasakh. Oleh karena itu perkataan nasakh adalah aqidah bid’ah yang menyimpang dari mahzab salafy.

Abu Hurairah VS Jabir Al Ju’fi

Cih baru-baru ini situs tidak tahu malu hakekat.com mengeluarkan tulisan yang berjudul ABU HURAIRAH VS JABIR AL JU’FI. Makalah kali ini adalah bantahan yang menunjukkan kedunguan pemilik situs hakekat.com. Baca dengan baik

Abu Hurairah VS Jabir Al Ju’fi

Al Qur’an Di Mata Salafy [1]

Setiap salafy harus, sekali lagi harus percaya bahwa Al Qur’an yang ada saat ini tidak otentik dan mengalami perubahan. Tidak percaya? Jangan terburu marah, baca dulu selengkapnya.

Jika kita menelaah literatur-literatur salafy, maka akan anda temui banyak riwayat juga pernyataan baik sahabat maupun tabiin yang merupakan rujukan para salafy yang menegaskan bahwa Al Qur’an yang dijadikan pedoman umat islam saat ini sudah bukan asli lagi, alias sudah dirubah. Jadi kitab suci yang ada pada umat islam sejak dulu sampai hari ini menurut salafy sudah bukan otentik lagi, alias ada ayat-ayat yang bukan lagi wahyu Allah, tetapi ada juga hasil tulisan tangan manusia. Selain diubah, nukilan-nukilan itu juga menyatakan bahwa ada ayat-ayat dalam Al Qur’an yang dihapus. Intinya, Al Qur’an yang ada sekarang ini tidak seperti yang diturunkan oleh Allah pada Nabi Muhammad SAAW.
Sampai di sini para pembaca mungkin merasa heran dan bertanya-tanya, apakah benar salafy menganggap demikian? Mungkin anda belum pernah atau malah sudah pernah mendengar hal ini sebelumnya dan mengklarifikasi kepada teman atau tetangga anda yang salafy, dan dijawab oleh mereka bahwa hal itu semata-mata adalah fitnah dan tuduhan yang dihembuskan oleh musuh-musuh salafy, dari mereka yang ingin memecah belah umat Islam. Lebih jauh lagi, mereka akan menuduh orang yang menebarkan hal itu sebagai antek zionis yahudi. Astaghfirullah

Mengklarifikasikan sebuah tuduhan adalah sikap yang benar, dan seharusnya dilakukan oleh setiap muslim yang objektif, tetapi hendaknya kita tidak salah alamat dalam mengklarifikasi sebuah berita. Seperti kasus kita kali ini, mestinya kita mengklarifikasi tuduhan ini dengan melihat langsung ke literatur salafy untuk mengecek kebenaran berita ini, mengecek apakah benar ada kitab-kitab salafy yang menyatakan demikian atau tidak ada.
Mengapa klarifikasi ke tetangga, teman atau dosen anda yang salafy adalah salah alamat? Ada beberapa sebab bisa jadi teman, tetangga dan dosen anda belum pernah mendapat akses ke literatur itu, bisa jadi dia memang sudah mengakses tetapi dia mengingkari hal itu. Bisa jadi dia adalah “anggota biasa” yang tidak tahu apa-apa, banyak kemungkinan. Tetapi semua itu tidak akan mengubah apa yang tercantum dalam kitab-kitab salafy. Di antaranya

عن عمر بن الخطاب قال قال رسول الله صلى الله عليه و سلم القرآن ألف ألف حرف وسبعة وعشرون ألف حرف فمن قرأه صابرا محتسبا كان له بكل حرف زوجة من الحور العين
Dari Umar bin Khaththab yang berkata bahwa Rasulullah Shalallahu alaihi wassalam bersabda “Al Qur’an terdiri dari sejuta dua puluh tujuh ribu huruf , barang siapa membacanya dengan mengharapkan pahala maka baginya akan diberikan balasan setiap hurufnya seorang istri dari bidadari”. Mu’jam Al Awsath Thabrani jilid 6 hal 361 no 6616

Ulama salafy kenamaan Thabrani tidak mengkritik atau mencela hadis tersebut beliau hanya mengomentari dengan kata-kata
لايروى هذا الحديث عن عمر رضي الله عنه إلا بهذا الإسناد تفرد به حفص بن ميسرة
tidak diriwayatkan hadis dari umar radiyallahuanhu tersebut kecuali dengan sanad yang tafarrud (sendiri) oleh Hafsh bin Maisarah

Thabrani seolah mau mengatakan satu-satunya keraguan pada hadis tersebut adalah Hafsh bin Maisarah tafarrud dalam meriwayatkannya. Padahal menurut keterangan Dzahabi dalam Al Kasyf no 1167, Hafsh bin Maisarah dinyatakan tsiqat oleh Ahmad bin Hanbal dan Abu Hatim mengatakan kalau hadisnya baik. Jadi hadis di atas sanadnya shahih karena tafarrud orang yang tsiqah tetap diterima.

Padahal huruf-huruf yang ada dalam Al Qur’an sekarang jumlahnya tidak melebihi dari sepertiga jumlah yang disebutkan hadis di atas. Kemana sisanya huruf-huruf itu?. Berdasarkan hadis di atas Al Qur’an sekarang sudah mengalami perubahan. Naudzubillah

Jika kita telaah lagi pernyataan-pernyataan dalam literatur salafy maka kita akan sampai pada sebuah kesimpulan berbahaya, yang mungkin tidak pernah terbayangkan sebelumnya. Kesimpulan ini berbunyi

Setiap salafy harus mengingkari keaslian Al Qur’an, jika masih beriman bahwa Al Qur’an sekarang ini adalah asli otentik seperti yang diturunkan kepada Nabi Muhammad SAAW, maka dia bukan salafy.

Ada kalimat lain untuk kesimpulan di atas, yaitu setiap salafy harus meyakini bahwa al qur’an telah dirubah, ditambah dan dikurangi. Seseorang tidak bisa menjadi salafy jika tidak meyakini hal itu. Sehingga dapat kita katakan bahwa seorang salafy terpaksa meyakini hal itu jika masih ingin menjadi salafy. Di sini meyakini adanya penambahan, pengurangan dan perubahan terhadap ayat Al Qur’an menjadi sebuah konsekwensi yang melekat, dan tidak pernah akan lepas, bagi seorang penganut salafy.

Sangat mengerikan bahwa dalam literatur shahih salafy banyak terdapat keterangan kalau para sahabat dan tabiin telah meyakini Al Qur’an yang berbeda dengan Al Qur’an yang ada sekarang. Bisa dikatakan juga, mereka yang meyakini bahwa Al Qur’an masih asli tidak pernah akan menjadi salafy karena mahzab salafy mengharuskan pemeluknya untuk mengikuti agama sesuai pemahaman sahabat dan tabiin sebagai penghulu para salafy.

Satria mohon maaf pada pembaca karena barangkali telah membuat pembaca agak sedikit bingung –plus terkejut-. Tetapi ini adalah kenyataan yang harus kita ketahui. Barangkali anda akan bertanya mengenai hal-hal yang mendasari kesimpulan satria di atas, ini adalah pertanyaan wajar, dan satria akan mengetengahkan bukti-bukti dari pernyataan di atas.

Satria katakan di atas bahwa yang akan mencapai kesimpulan seperti itu bukanlah satria pribadi, tetapi kita semua, seluruh pembaca makalah ini. Satria mengajak diri satria sendiri dan pembaca yang budiman untuk merasa tidak puas dengan omongan orang tentang sesuatu, sebelum merujuk pada sumber otentik dari sesuatu itu.

Anda jangan puas hanya dengan mendengar omongan dan –mungkin- bualan dari teman anda yang salafy, tapi hendaknya kita melangkah jauh untuk memberanikan diri menelaah sumber-sumber otentik mazhab salafy. Pembaca akan mendapatkan apa yang tersembunyi dari mazhab salafy, dan satria berusaha untuk menampilkan sumber otentik lengkap dengan nomor jilid dan halaman.

Telah kita bahas di atas bahwa keyakinan terhadap perubahan Al Qur’an adalah konsekwensi dari mazhab salafy. Ulama salafy klasik benar-benar menyadari berbagai literatur shahih tentang hal ini, maka keyakinan tentang perubahan Al Qur’an menjadi sebuah aksioma dalam mazhab salafy –yang tidak bisa diganggu gugat-. Apa yang mendorong para ulama salafy klasik memasukkan keyakinan ini sebagai aksioma? Karena mereka sadar bahwa menolak literatur shahih itu sama saja dengan menolak mazhab salafy.

Kedustaan hakekat.com Dalam Mengutip Hadis Syiah

Kali ini satria akan menyorot ketidakjujuran hakekat.com dalam menukil hadis Syiah. Hakekat.com dengan sejuta kesombongan mengutip hadis-hadis syiah yang berkenaan dengan masalah warisan kemudian menyatakan kalau dalam syiah seorang wanita tidak berhak mendapatkan warisan tempat tinggal. Cih betapa anehnya, orang yang merasa sok pintar seraya menggurui orang-orang syiah. Tingkahnya ingin menunjukkan kalau orang-orang syiah tidak mengetahui hadis dalam kitab-kitab mereka padahal hakekat sebenarnya adalah kedunguan hakekat.com sudah melampaui batas. Huuh mungkin saja orang penuh dosa ini tahu kebatilan yang diusungnya tetapi ia tetap ingin memfitnah dan merendahkan syiah. Bagi hakekat.com kedustaan itu tidak mengapa jika ditujukan untuk menjauhkan orang dari mahzab Syiah. Sungguh betapa celakanya akhlak hakekat.com pemuja salafy nashibi.

Hakekat.com mengutip hadis dari Kitab Bihar Al Anwar jilid 26 hal 514

Berkatalah Muhammad bin Hasan dari Jafar bin Basyir dari Hasan dari Abi Murkholid dari Abdul Malik berkata: Suatu hari Abu Jafar memperlihatkan tulisan Ali dalam tulisan “Bahwa para kaum wanita itu tidak berhak medapatkan warisan rumah tinggal bila ditinggal mati oleh lelakinya.” Abu Jafar berkata: “Demi Allah ini adalah tulisan tangan Ali…

Setelah mengutip riwayat ini, hakekat.com berlagak pintar dengan mengajukan pertanyaan bodoh

Pertanyaan untuk kaum Syi’ah:
– Bagaimana Fatimah menuntut sesuatu yang diharamkan terhadap kaum wanita berdasarkan mazhab Syi’ah Rafidhah ?
– Kenapa Abu Bakar dituntut untuk melakukan hal yang diharamkan ?
– Kenapa Fatimah tidak mengikuti perintah Rasul setelah tuntutannya terhadap warisan ?
– Apakah Fatimah keliru wahai Rafidhah ???

Cih alangkah dustanya hakekat.com, ia berlagak seolah-olah mengutip hadis syiah dari Bihar Al Anwar padahal ia sendiri tidak pernah membaca kitab tersebut secara langsung. Hakekat.com ini hanya mengutip tulisan-tulisan para pendusta pujaannya yaitu salafy nashibi semisal Muhibbudin Al Khatib dan Mamduh Farhan Buhairi. Mari saudara-saudara pembaca kita melihat kenyataan sebenarnya yang sengaja disembunyikan oleh hakekat.com

Setelah satria mencari hadis tersebut dalam kitab Bihar Al Anwar maka satria temukan hadis tersebut dalam jilid 101 hal 352 dengan redaksi

محمد بن الحسين عن جعفر بن بشير عن الحسين عن أبي مخلد عن عبد الملك قال دعا أبو جعفر بكتاب علي فجاء به جعفر مثل فخذ الرجل مطوي فإذا فيه إن النساء ليس لهن من عقار الرجل إذا هو توفي عنها شيء فقال أبو جعفر هذا و الله خط علي بيده و إملاء رسول الله

Muhammad bin Husain berkata dari Ja’far bin Basyir dari Husain dari Abi Makhlad dari Abdul Malik berkata “suatu ketika Abu Ja’far menunjukkan Kitab Ali yang tertulis “bahwa kaum wanita tidak berhak mendapatkan warisan rumah tempat tinggal jika ditinggal mati oleh laki-lakinya”. Abu Ja’far berkata “demi Allah ini tulisan tangan Ali yang berasal dari Rasulullah.

Perhatikan perbedaan redaksi hadis ini dengan yang dikutip oleh salafy nashibi hakekat.com, ia menuliskan dengan redaksi Muhammad bin Hasan dari Ja’far bin Basyir dari Hasan padahal dalam kitab aslinya tertulis Muhammad bin Husain dari Ja’far bin Basyr dari Husain.

Kesalahan ini adalah bukti kalau hakekat.com tidak mengutip hadis syiah dari kitab syiah secara langsung. Hakekat.com pendusta ini hanya menukil hadis syiah dari kutipan musuh-musuh syiah pujaannya. Bukti paling nyata kalau hakekat.com tidak mengutip hadis ini dari kitab syiah secara langsung adalah keberaniannya berhujjah dengan hadis yang justru mencampakkan semua hujjah yang diusungnya. Hadis syiah yang ia kutip dari kitab Bihar Al Anwar terletak pada bab “warisan antara suami istri” dengan sub-bab “warisan suami istri dalam nikah mut’ah”.

Dengan melihat judul bab dan subbab yang memuat hadis tersebut maka siapapun yang membaca hadis tersebut dari Kitab Bihar Al Anwar akan memahami kalau wanita yang dimaksud dalam hadis tersebut adalah wanita sebagi istri yang ditinggal mati oleh suaminya. Jadi alangkah lucunya kalau hakekat.com yang tidak tahu apa-apa ini berlagak sok pintar dengan menyindir Bagaimana Fatimah menuntut sesuatu yang diharamkan terhadap kaum wanita berdasarkan mazhab Syi’ah Rafidhah ?. Cih tidak perlu sok begitu, kenyataan sebenarnya adalah kau hakekat.com memang tidak memahami mahzab syiah tetapi berlagak seolah-olah sangat ahli padahal kerjanya hanya mengutip tulisan salafy nashibi. Sayyidah Fatimah alaihissalam tidak ditinggal mati oleh suaminya alaihissalam tetapi oleh Ayahnya Rasulullah SAW. Sudah jelas kalau dalam mahzab Syiah seorang anak mewarisi dari ayahnya

Apakah Fatimah keliru wahai Rafidhah ??? Ciih sungguh kau-lah hakekat.com yang benar-benar keliru bukan sayyidah Fatimah alaihissalam. Jangan mengukur ketidaktahuanmu sebagai standar akan benar tidaknya sesuatu. Bukan berarti kalau kecerdasanmu dibawah rata-rata maka orang lain akan seperti itu juga. Pembaca-pembaca awam itu pasti lebih punya akal dibanding kau hakekat.com hanya saja mereka tidak memiliki akses yang cukup untuk membuktikan semua kedustaan atau fitnah yang kau buat. Sungguh menyedihkan kesombongan dengan latar belakang kedunguan yang menjadi basis utama situs hakekat.com yang sangat dibanggakan oleh para pemuja salafy nashibi.

Fatimah Berhak Mendapat Tanah Fadak

Pertanyaan penting yang harus kita tanyakan pada diri kita sendiri sebagai hamba Allah yang dikaruniai pikiran untuk menelaah segala sesuatu adalah Apakah kita yang mengaku Cinta kepada Ahlulbait berani membela Ahlulbait?. Cih kita melihat orang-orang sok dari kalangan Salafi nashibi dengan tidak tahu malu mengatakan kalau mereka mencintai ahlulbait tetapi ternyata sikap mereka menunjukkan kebencian dan kedengkian kepada ahlul bait. Kita lihat mereka selalu antusias mendhaifkan hadis-hadis keutamaan Ahlulbait, menshahihkan hadis-hadis keutamaan musuh-musuh ahlul bait, jika ada perselisihan antara ahlul bait dengan sahabat mereka dengan mudah menyalahkan ahlulbait, selain itu mereka tidak segan-segan menggunakan perumpaan kasar dan kata-kata yang tidak pantas kepada ahlulbait –seperti yang dilakukan hakekat.com-. Inikah kata cinta mereka, cinta yang brengsek, bukan.

Salah satu contoh kebencian salafi nashibi terhadap ahlulbait adalah kisah Fadak. Salafi nashibi itu tidak tahu malu mengaku-ngaku membela sayyidatil jannah Fatimah Az Zahra alaihis salam padahal ternyata hakekat mereka sebenarnya adalah Merendahkan ahlulbait. Buktinya, dapat dilihat dari tulisan budak salafi nashibi yaitu hakekat.com. orang ini mengawali tulisannya dengan mengutip riwayat Imam Ali melamar putrid Abu Jahal berikut

Diriwayatkan dari Bukhari dan Muslim dari hadist Al Miswar bin Makhramah berkata: Sesungguhnya Ali telah melamar putri Abu Jahal, Fatimah mendengarnya lantas ia menemui Rasul Saw berkatalah Fatimah: “Kaummu menyangka bahwa engkau tidak pernah marah membela anak putrimu dan sekarang Ali akan menikahi putri Abu Jahal,” maka berdirilah Rasulullah Saw mendengar kesaksian dan berkata: “Setelah selesai menikahkan beritahu saya, sesunggunhya Fatimah itu bagian dari saya, dan saya sangat membenci orang yang menyakitinya. Demi Allah, putri Rasulullah dan putri musuh Allah tidak pernah akan berkumpul dalam pangkuan seorang laki-laki.” Maka kemudian Ali tidak jadi melamar putri Abu Jahal (khitbah itu) (diriwayatkan Bukhori dalam kitab Fadhailu Shahabat)

Cih begitulah mereka, tidak segan-segan mereka menshahihkan riwayat yang merendahkan ahlulbait seperti ini. Apakah akal mereka sudahbegitu buntu sehingga tidak melihat berbagai keanehan pada hadis ini. Maklum saja hakekat.com memang tidak punya akal yang cukup dalam berhujjah. Baik, mari kita terima saja penshahihan tak berdasar terhadap hadis ini untuk melihat kebodohan hakekat.com dan ulamanya yang berhujjah dengan hadis ini. Hakekat.com berkata

Maka tampak jelas bahwa yang pantas dipahami dari hadis tersebut adalah Ali melamar putri Abu Jahal dan membuat Fatimah marah. Dengan ini bila hadis diterapkan pada setiap orang yang membenci Fatimah maka Ali adalah orang pertama yang termasuk.

Cih pikir dengan benar baru bicara, apakah sayyidah Fatimah terus marah sampai beliau wafat. Bukankah hadis diatas telah menyatakan kalau Imam Ali tidak jadi melamar putri Abu Jahal. Kalau Imam Ali tidak jadi melamar putri Abu Jahal maka sudah pasti Sayyidah Fatimah tidak marah lagi kepada beliau. Lagipula si pendusta hakekat.com ini benar-benar kurangajar, mengapa ia begitu berani mengeluarkan kata-kata bila hadis diterapkan pada setiap orang yang membenci Fatimah maka Ali adalah orang pertama yang termasuk. Sejak kapan Imam Ali membenci Sayyidah Fatimah, Cih beginilah mental nashibi yang tidak henti-hentinya merendahkan ahlulbait.

Hakekat.com budak nashibi memang hanya bertaklid buta dengan ulama pujaannya yang terkenal Nashibi yaitu Ibnu Taimiyyah. Dengan angkuhnya ia mengutip hujjah Ibnu Taimiyyah, seolah-olah hujjah itu benar-benar kuat padahal tidak lebih dari sekedar omong-kosong

Syaikhul Islam Ibnu Taimiyyah berkata saat membantah keyakinan Rafidhah dalam permasalahan ini. Hadist ini disebabkan lamaran Ali terhadap putri Abu Jahal, penyebab yang masuk dalam sebuah lafadh itu menjadi pasti, dimana setiap lafadh yang berlaku pada suatu sebab tidak boleh dikeluarkan penyebabnya bahkan penyebab yang harus masuk. Disebutkan dalam sebuah hadist (apa yang meragukannya menjadikanku ragu dan yang menyakitkannya menyakitkanku)

Dan yang telah dapat dipahami dengan pasti adalah bahwa lamaran terhadap putri Abu Jahal adalah meragukan dan menyakitkan. Nabi Saw dalam hal ini merasa ragu dan menyakitkan. Apabila ini merupakan sebuah ancaman yang harus ditimpakan pada Ali bin Abi Thalib dan bila bukan ancaman yang harus ditimpakan pada pelakunya maka Abu Bakar lebih jauh dari ancaman daripada Ali.

Wahai yang mengaku ulama tapi bukan ulama bukankah awalnya anda mengatakan, penyebab kemarahan sayyidah Fatimah adalah lamaran Imam Ali terhadap putri Abu Jahal, lantas apakah anda Ibnu Taimiyyah tidak bisa melihat hadis itu dengan benar, bukankah hadis tersebut pada akhirnya mengatakan Maka kemudian Ali tidak jadi melamar putri Abu Jahal. Jika penyebabnya hilang maka bagaimana bisa anda mengatakan bahwa ancaman tersebut tertuju pada Imam Ali. Hadis tersebut justru menunjukkan setelah Imam Ali mendengar hadis siapa yang menyakiti Fatimah berarti menyakiti Rasul , beliau dengan patuh tidak jadi melamar putri Abu Jahal. Jadi bagaimana mungkin ancaman itu ditujukan pada Ali.

Sikap Imam Ali ini berbeda 180 derajat dengan sikap Abu Bakar. Apa yang menyebabkan kemarahan Sayyidah Fatimah kepada Abu Bakar?. Jawabannya karena Abu Bakar menolak menyerahkan tanah Fadak kepada Sayyidah Fatimah. Apakah penyebab ini hilang atau dengan kata lain apakah setelah membuat Sayyidah Fatimah marah maka Abu Bakar lantas memberikan Tanah Fadak kepada Sayyidah Fatimah. Sayang sekali tidak, Abu Bakar seperti tidak pernah mendengar hadis siapa yang menyakiti Fatimah berarti menyakiti Rasul sehingga dia tidak pernah menyerahkan tanah fadak kepada Sayyidah Fatimah atau mungkin saja dia tahu tapi tidak sedikitpun hatinya takut untuk menyakiti Rasul. Oleh karena penyebabnya masih terus ada maka Sayyidah Fatimah marah dan mendiamkan Abu Bakar selama 6 bulan sampai beliau wafat. Lucu sekali bukan Ibnu Taimiyyah si nashibi dan pengikut butanya hakekat.com yang dungu ini tidak mengerti sedikitpun hadis yang menjadi hujjah mereka. Aneh sekali bukan kalau justru lawan mereka lebih memahami hadis dibanding mereka. Segala puji bagi Allah yang mencabut akal dari salafi nashibi.

Kita lihat terus kedunguan hakekat.com dalam berhujjah. Hakekat.com ini berulang kali menuduh kami kaum syiah sebagai pembuat hadis-hadis palsu tanpa sedikitpun menunjukkan buktinya. Tuduhan ini membuat hakekat.com dengan mudah menampilkan image bahwa hadis-hadis syiah banyak yang palsu dan berbeda dengan dirinya yang selalu berhujjah dengan hadis shahih saja. Tetapi alangkah terkejutnya anda wahai pembaca jika mendapati bahwa sebenarnya hakekat.com justru berhujjah dengan hadis palsu. Cih bermulut manis tapi berhati busuk. Inilah hadis palsu yang ia bawa

Diriwayatkan dari Fatimah Ra. sesungguhnya ia setelah peristiwa itu rela terhadap Abu Bakar. Berdasarkan riwayat Baihaqi dengan sanad dari Sya’bi ia berkata: Tatkala Fatimah sakit, Abu Bakar menengok dan meminta izin kepadanya, Ali berkata: “Wahai Fatimah ini Abu Bakar minta izin.” Fatimah berkata: “Apakah kau setuju aku mengijinkan ?”, Ali berkata: “Ya.” Maka Fatimah mengijinkan, maka Abu Bakar masuk dan Fatimah memaafkan Abu Bakar. Abu Bakar berkata: “Demi Allah saya tidak pernah meninggalkan harta, rumah, keluarga, kerabat kecuali semata-mata karena mencari ridha Allah, Rasulnya dan kalian keluarga Nabi.” (Assunan Al Kubra Lilbaihaqi 6/301)

Hadis tersebut jelas-jelas palsu karena dua alasan. Alasan yang pertama, hadis tersebut bertentangan dengan hadis-hadis shahih yang diakui oleh salafi nashibi sendiri yaitu hadis riwayat Aisyah yang mengatakan kalau Sayyidah Fatimah senantiasa marah dan mendiamkan atau tidak berbicara dengan Abu Bakar sampai beliau wafat. Alasan kedua hadis ini jelas sekali produk buatan orang bernama Sya’bi karena dia sendiri belum lahir saat peristiwa itu terjadi, dan ternyata tidak ada orang lain yang menceritakan riwayat ini. Jadi kesimpulan apa lagi yang dapat dikatakan kecuali kalau sya’bi ini yang membuat-buat hadis tersebut.

Begitulah kepalsuan senantiasa akan terungkap walaupun ditutup-tutupi oleh para pemuja sahabat yang tidak rela jika ada riwayat yang menyudutkan sahabat Nabi. Kita lihat disisi lain mereka selalu menggembar-gemborkan sikap ilmiah, objektif, hadis shahih dan sebagainya padahal ternyata mereka sendiri di saat terdesak malah berusaha membela hadis-hadis palsu. Inilah hakekat Ibnu Katsir yang dikutip oleh hakekat.com

Ibnu Katsir berkata: Ini suatu isnad yang kuat dan baik yang jelas Amir mendengarnya dari Ali atau seseorang yang mendengarnya dari Ali. (Al Bidayah Wannihaayah 5/252)

Jika kita merujuk ke kitab asli Bidayah wannihayah tersebut maka riwayat yang dikutip Ibnu Katsir hanyalah riwayat Baihaqi dan tidak ada yang lain. Coba lihat sendiri, riwayat Baihaqi sedikitpun tidak menyebutkan nama seseorang atau nama Imam Ali. Sya’bi atau Amir dengan seenaknya langsung saja mengatakan hadis palsu tersebut. Jadi mana objektifitas kebanggaan salafi nashibi. Ternyata Ulama salafi itu tidak segan-segan berhujjah dengan hadis palsu asal mendukung keyakinan mereka. Dengan mental seperti ini rasanya sangat tidak tahu malu kalau mereka salafi nashibi ini berulang kali menuduh syiah telah memalsu hadis.

Hakekat.com yang sok itu dengan tidak tahu malu malah mengatakan

Dengan demikian terbantah sudah cacian Rafidhah terhadap Abu Bakar yang dikaitkan dengan marahnya Fatimah terhadapnya dan bila memang Fatimah marah pada awalnya namun kemudian sadar dan meninggal dalam keadaan memaafkan Abu Bakar.

Begitulah keadaannya hakekat.com yang berhujjah dengan hadis palsu, bukankah syarat hadis shahih itu harus bersambung sanadnya terus mana bukti kalau sanad hadis tersebut bersambung. Apakah seseorang bisa menyaksikan suatu peristiwa dimana saat itu ia sendiri belum lahir?. Memang jalan pikiran hakekat.com agak sedikit terganggu

Hakekat.com memang pintar membodohi orang awam, kalau kita lihat dia ini sering berbelit-belit kalau berhujjah dengan tujuan untuk mengaburkan kebenaran. Lihat omong-kosongnya

Hal ini tidak berlawanan dengan apa yang tersebut dalam hadist Aisyah yang lalu. “Sesungguhnya ia marah pada Abu Bakar lalu didiamkan sampai akhir hayatnya” hal ini sebatas pengetahuan Aisyah ra saja. Sedang hadist riwayat Sya’bi menambah pengertian kita. Abu Bakar menjenguk Fatimah dan berbicara dengan Abu Bakar serta memaafkan Abu Bakar: Aisyah dalam hal ini menafikan dan Asya’bi menetapkan.
Para ulama memahami bahwa ucapan yang menetapkan lebih didahulukan dari pada yang menafikan, karena kemungkinan suatu ketetapan sudah bisa didapatkan tanpa memahami penafian terutama dalam masalah ini, yaitu kunjungan Abu Bakar terhadap Fatimah bukan suatu peristiwa yang besar dan didengar di masyarakat.

Bagaimana mungkin ia mengatakan kalau hadis palsu lebih kuat dari hadis shahih. Apakah masuk akal untuk mengatakan kalau Sya’bi lebih tahu dari Aisyah?. Aisyah jelas hidup pada zaman Sayyidah Fatimah dan Abu Bakar sedangkan Sya’bi bahkan belum lahir. Jadi kok bisa ya orang yang belum lahir membantah kesaksian orang yang justru menyaksikan langsung peristiwa tersebut –Aisyah-. Kalau memang kunjungan Abu Bakar terhadap Fatimah bukan peristiwa besar seperti kata hakekat.com maka lebih masuk akal kalau peristiwa tersebut diketahui oleh putri Abu Bakar yaitu Aisyah, tapi kenyataannya Aisyah tidak mengetahui sedikitpun dan justru yang lebih tahu adalah orang bernama Sya’bi yang saat itu belum lahir. Sepertinya hakekat.com memang pintar dalam hal unjuk kebodohan.

Salah satu bentuk dusta hakekat.com, adalah

Apa yang telah para ulama ungkapkan tentang Fatimah adalah bahwa ia sama sekali tidak memboikot Abu Bakar. Rasul pun telah melarang kita memboikot seseorang lebih dari tiga hari. Sedang Fatimah tidak berbicara dengannya karena memang sedang tidak ada yang harus dibicarakan.

Cih mari kita lihat kata Ulama kenamaan Sunni Mullah Ali Qari dalam Syarh Mishkat Al Mashabih jilid 3 hal 453 yang berkata

Hal yang paling sulit untuk disampaikan adalah penolakan Fatimah Az Zahra. Mengatakan kalau Fatimah tidak mengetahui hadis yang disebutkan Abu Bakar atau ia tidak menyetujui hadis tersebut setelah ia mendengarnya adalah terlalu sulit. Setelah Abu Bakar menyebutkan hadis ini dan beberapa sahabat menerimanya maka mengapa ia tidak menerima hadis tersebut?. Jika dikatakan ia marah sebelum mendengar hadis tersebut maka mengapa ia terus marah setelah hadis tersebut disebutkan. Rasa tidak senangnya begitu ekstrem sehingga ia tetap marah kepada Abu Bakar dan tidak pernah berbicara dengannya.

Lihat baik-baik, bagi seorang Ali Qari sikap marah Fatimah itu memang benar-benar ekstrem dalam bentuk pemboikotan dimana Sayyidah Fatimah marah dan menolak berbicara dengan Abu Bakar. Jelas sekali kalau dilihat dari hadisnya

Dengan demikian terbongkarlah sudah kedustaan dan kedunguan hakekat.com dan hancurlah kebatilan yang diusung hakekat.com yang nashibi.

Berikutnya kita akan membahas kedustaan hakekat.com yang mengutip hadis-hadis Syiah tentang warisan. Pendusta ini -hakekat.com- tidak tahu malu mengaku-ngaku lebih mengetahui hadis syiah dibanding orang-orang Syiah. Naudzubillah